Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan, deflasi sebesar 0,07 persen secara bulanan
(month-to-month/mtm) yang terjadi sepanjang Agustus 2017 bukan disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi Agustus murni karena penurunan harga sejumlah bahan pangan. Adapun, penurunan harga pangan merupakan kecenderungan yang berulang terjadi usai habis bulan Ramadan dan puncak Lebaran.
"Saya melihatnya, habis lebaran biasanya tinggi. Kemudian, turun dan terjadi deflasi (setelah itu)," ujar Suhariyanto di kantor BPS, Senin (4/9).
Dia menjelaskan, penurunan harga pangan merupakan bentuk kesuksesan pemerintah dalam mengelola gejolak harga pangan (volatile foods). Tujuannya, agar mampu menetralisasi imbas dari inflasi komponen tingkat harga yang diatur pemerintah
(administered price).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau tidak ada upaya menjaga harga dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, harga bahan makanan pasti akan bergerak liar, seperti tahun lalu," terang Ketjuk.
Sementara itu, pengaruh pelemahan daya beli tak berimbas pada deflasi lantaran pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih ada.
Tercermin, pada kuartal II lalu, konsumsi rumah tangga masih tumbuh di kisaran 4,95 persen. Sehingga, sampai Agustus ini diperkirakan konsumsi masyarakat masih tumbuh dengan baik.
Bersamaan dengan deflasi Agustus ini, BPS optimis laju inflasi sampai akhir tahun masih bisa sesuai dengan target yang dibidik pemerintah, yaitu sebesar 4,3 persen sesuai dengan yang telah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017.
"Tapi saya bilang, harus agak hati-hati di bulan Desember, itu saja. Tapi saya yakin, akan tercapailah target inflasi," pungkas Ketjuk.
Sementara, laju inflasi secara tahun kalender (
year-to-date/ytd) pada Januari-Agustus 2017 sebesar 2,53 persen dan secara tahunan
(year-on-year/yoy) sebesar 3,82 persen.
(agi)