Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik tahun ini menjadi 6,4 persen, dari 6,2 persen dalam prediksi sebelumnya pada April 2017.
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa mengatakan, hal tersebut berdasarkan meningkatnya prospek pertumbuhan global dan permintaan domestik yang terus berlanjut.
"Pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di negara maju, pemulihan harga komoditas yang moderat, serta pemulihan pertumbuhan perdagangan global, merupakan faktor eksternal menguntungkan yang akan mendukung ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk tumbuh sebesar 6,4 persen pada tahun 2017," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (4/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan Bank Dunia bertajuk East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2017 mencatat, tingkat pertumbuhan pada tahun 2017 lebih tinggi dari perkiraan awal. Hal itu didasarkan pertumbuhan China yang kuat, yaitu 6,7 persen, sama dengan tahun 2016.
Di wilayah lainnya, termasuk ekonomi negara-negara Asia Tenggara yang besar, pertumbuhan pada 2017 akan sedikit lebih tinggi dari 5,1 persen pada 2017 dan 5,2 persen pada 2018, naik dari 4,9 persen pada tahun 2016.
"Beberapa risiko eksternal dan domestik dapat mempengaruhi proyeksi positif ini. Kebijakan ekonomi di beberapa negara maju tetap tidak pasti, sementara ketegangan geopolitik yang berpusat di wilayah tersebut meningkat," kata Kwakwa.
Ia menilai, kebijakan moneter di Amerika Serikat dan kawasan Euro bisa diperketat lebih cepat dari perkiraan. Banyak negara di kawasan ini memiliki utang sektor swasta dengan tingkat tinggi sementara defisit fiskal tetap tinggi atau sedang naik.
 Ilustrasi pencakar langit di DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
"Pulihnya ekonomi global dan perluasan perdagangan global membawa kabar baik bagi kawasan Asia Timur dan Pasifik juga keberhasilannya dalam memperbaiki taraf hidup," katanya.
"Tantangannya bagi negara-negara adalah untuk mencapai keseimbangan antara memprioritaskan pertumbuhan jangka pendek dan mengurangi kerentanan jangka menengah, sehingga wilayah ini memiliki fondasi yang lebih kuat bagi pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif."
Kwakwa menilai, upaya China untuk mencapai keseimbangan baru dengan mengurangi investasi dan menaikkan konsumsi masyarakat, diperkirakan berlanjut dan membuat proyeksi pertumbuhan melambat menjadi 6,4 persen pada tahun 2018.
Tinjauan Ekonomi Asia TenggaraUntuk kawasan Asia Tenggara, Bank Dunia menilai Thailand dan Malaysia akan tumbuh lebih cepat dari perkiraan. Hal itu karena ekspor yang lebih kuat, termasuk pariwisata untuk Thailand, dan peningkatan investasi untuk Malaysia.
"Kenaikan upah riil mendorong konsumsi kuat di Indonesia, dan kembali menguatnya sektor pertanian dan manufaktur mendorong pertumbuhan Vietnam," jelas Kwakwa.
Di sisi lain, ekonomi Filipina diproyeksikan berkembang sedikit lebih lambat daripada tahun 2016, sebagian akibat pelaksanaan proyek-proyek investasi publik yang implementasinya lebih lambat dari perkiraan.
Pertumbuhan di Kamboja dan Laos relatif moderat dibanding tahun 2016, namun tetap lebih tinggi daripada negara-negara lain di kawasan ini. Perdagangan dan investasi langsung luar negeri di Kamboja dan perluasan sektor listrik di Laos menjadi pendorong utama.
Perluasan pariwisata, harga komoditas dunia yang rendah, pendapatan yang tinggi dari biaya penangkapan ikan, serta meningkatnya aktivitas konstruksi mendukung tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) moderat di sebagian besar negara kecil Kepulauan Pasifik.
Dalam jangka panjang, Bank Dunia menilai reformasi sektor pariwisata, perpindahan tenaga kerja, perikanan, dan ekonomi berbasis pengetahuan berpotensi menghasilkan pendapatan, pekerjaan, dan pendapatan pemerintah yang jauh lebih tinggi.