Siasat Jokowi 'Menelanjangi' Korporasi dan Orang Tajir

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Sabtu, 18 Nov 2017 10:32 WIB
Demi mencegah tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Joko Widodo bakal menerbitkan Peraturan Presiden untuk 'menelanjangi' korporasi.
Demi mencegah tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Joko Widodo bakal menerbitkan Peraturan Presiden untuk 'menelanjangi' korporasi. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nova (32) sedikitnya sekali dalam seminggu pergi ke gerai ritel Indomaret untuk berbelanja. Ia juga menyatakan dalam sebulan sekali mengkonsumsi mie instan Indomie dan sesekali membeli roti bermerek Sari Roti.

Namun, ia menyatakan tidak tahu bahwa perusahaan yang mengoperasikan Indomaret, serta memproduksi Indomie dan Sari Roti itu sempat bernaung di Grup Salim, dengan sang pemilik manfaat utamanya adalah Anthoni Salim.

"Wah, saya enggak tahu kalau dulu yang punya Indomaret, Indomie, dan Sari Roti itu orangnya sama. Mantap juga ya," katanya, Jumat (17/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masyarakat awam mungkin masih merasa asing dengan istilah pemilik manfaat atau beneficial ownership serta siapa saja pengusaha yang kantong bisnisnya menggurita di beberapa perusahaan.


Sebut saja Grup Lippo dengan pemilik manfaatnya keluarga Riady yang mengoperasikan RS Siloam, Matahari Department Store, Hypermart, Lippo Karawaci, taman pemakaman San Diego Hills hingga megaproyek Meikarta.

Ada juga Grup Sinarmas yang pemilik manfaat utamanya adalah taipan Eka Tjipta Widjaya dengan bisnis mulai dari perumahan Bumi Serpong Damai, perusahaan kertas Asia Pulp and Paper, hingga PT Smart Tbk yang memproduksi minyak goreng Filma.

Terkait dengan hal tersebut, kini muncul fenomena menjamurnya perusahaan di Indonesia, yang juga diikuti perputaran uang yang semakin besar.

Belum lagi, dugaan pengemplangan dari pendirian perusahaan di negara surga pajak (tax haven). Dugaan ini semakin kuat usai beredarnya mega skandal Panama Papers dan Paradise Papers yang turut menyeret sejumlah tokoh Indonesia.

Pemerintahan Joko Widodo pun mulai 'melotot' dalam melakukan pengawasan pemilik manfaat perusahaan untuk mencegah beberapa penyimpangan, mulai dari pencucian uang, hingga pendanaan terorisme.

CNNIndonesia.com memperoleh draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dan Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Dalam draf yang sedianya diteken oleh Jokowi itu, dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan.

"Korporasi dapat dijadikan sarana, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pelaku tindak pidana yang merupakan penerima manfaat dari hasil tindak pidana untuk melakukan kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga perlu mengatur penerapan prinsip mengenali penerima manfaat dari korporasi," demikian bunyi salah satu ayat pertimbangan Perpres itu.

Siasat Jokowi 'Menelanjangi' Korporasi dan Orang TajirInfografis. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)

Definisi dan Data Pemilik

Dalam draf Perpres itu, disebutkan bahwa pemilik manfaat adalah orang perseorangan, termasuk juga orang perseorangan dalam korporasi yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi atau pengurus pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini.

"Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum," tulis pasal 1 ayat 1 draf Perpres.

Dalam pasal 2 ayat 1 draf itu disebutkan, pengaturan dalam Perpres ini melingkupi penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.

"Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi perseroan terbatas; yayasan; perkumpulan; koperasi; persekutuan komanditer; persekutuan firma; atau bentuk korporasi lainnya," demikian bunyi pasal 2 ayat 2 draf Perpres.

Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah mengatakan, setelah terdapat definisi pemilik manfaat, maka perlu terdapat kejelasan sistem registrasi data bagi korporasi.

"Nanti setelah pendefinisian itu, maka bisa masuk ke sistem registrasi, dan badan yang bertugas untuk mengumpulkan data pemilik manfaat itu. Kemudian setelah jelas model registrasinya, masuk ke cara untuk mengakses dan menggunakan data itu. Bisa lintas kementerian atau lembaga," katanya.

Sementara itu, informasi pemilik manfaat dari korporasi sebagaimana dimaksud paling sedikit mencakup, nama lengkap; nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; tempat dan tanggal lahir; kewarganegaraan; alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas; alamat di negara asal dalam hal warga negara asing; Nomor Pokok Wajib Pajak; dan hubungan antara korporasi dengan pemilik manfaat.


Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan rencana penerbitan Perpres ini seakan menjadi langkah lebih lanjut pemerintah dalam memperjuangkan transparansi keuangan, sejak perjanjian keterbukaan data dalam lingkup internasional.

Ia menilai program Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran data keuangan yang rencananya bakal diimplementasikan pada tahun depan, menjadi salah satu alasan dari penerbitan Perpres ini.

AEoI merupakan kesepakatan dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

"Negara tax haven ikut AEoI, kemungkinan besar ingin menunjukkan kooperatif dengan implementasi global, tapi belum menjamin juga semuanya bakal membuka data," katanya.

Industri dan Pengusaha Belum Tahu

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER