Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengklaim tiga prinsip kebijakan kontrak bagi hasil Migas (Production Sharing Cost/PSC) Gross Split akan membawa industri lebih efektif.
"Tiga
spirit gross split ini akan membawa industri Migas lebih efektif dan efisien. Bukannya ditujukan untuk industri dalam negeri agar tidak tumbuh," ujar Arcandra dikutip dari keterangan resmi, Kamis (23/11).
Arcandra merinci ketiga prinsip yang dimaksud antara lain, pertama, kepastian (certainty), yaitu parameter pemberian insentif jelas dan terukur sesuai dengan karakter/tingkat kesulitan pengembangan lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, sederhana (simplicity), yaitu mendorong bisnis proses Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan SKK Migas lebih sederhana dan akuntabel. Dengan begitu, sistem pengadaan (procurement) tidak terlalu birokratis.
Terakhir, efiesien (efficiency), yaitu bisa menghadapi gejolak harga minyak dunia dari waktu ke waktu.
Ketiga prinsip dasar itu dianggap mampu mendorong bisnis hulu Migas di Indonesia ke arah lebih baik. Dengan prinsip tersebut,
gross split diyakini menjadi peluang bagi industri nasional penunjang Migas di Indonesia.
Arcandra mengungkapkan lahirnya kebijakan baru tersebut dilatarbelakangi oleh penerimaan negara yang menyusut dibandingkan dengan biaya penggantian investasi (cost recovery) yang dikeluarkan oleh negara.
"Dari tahun 1997-2014 penerimaan pemerintah lebih tinggi dari
cost recovery, namun 2015 dan 2016
cost recovery lebih tinggi dari penerimaan Pemerintah," sesalnya.
Faktor lain yang jadi perhatian Arcandra atas munculnya
gross split adalah rasio antara penemuan cadangan dengan tingkat produksi Migas (RRR) di mana RRR Indonesia kalah jauh dari Vietnam dengan RRR di atas 150 persen.
"Kita (Indonesia) lebih banyak yang diproduksikan daripada menemukan cadangan. Indonesia hanya menang dari Thailand. Ini bagi bangsa kita, bagaimana
reserve replacement ratio bisa diatas 100 persen?" ujarnya.
Arcandra mengakui, sulitnya untuk mengontrol harga minyak dunia jadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Namun demikian, pemerintah masih punya kendali dalam mengontrol biaya proses bisnis migas.
(lav)