Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengatakan, pembentukan
holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor jasa keuangan tak hanya menguntungkan perusahaan induk yang tergabung dalam holding, namun juga anak usaha.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, hal ini lantaran permodalan induk perusahaan yang lebih kuat membuat suntikan modal bagi anak usaha kian deras.
Selain itu, bersamaan dengan persiapan pembentukan
holding yang ditargetkan selesai pada kuartal I 2018, pemerintah juga tengah merancang skema bisnis bagi anak usaha. Khususnya untuk memperkuat permodalan dan pertumbuhan dari masing-masing anak usaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, pada anak usaha syariah perbankan pelat merah. Gatot bilang, pemerintah ingin seluruh bank syariah dari anak bank BUMN masuk ke BUKU III dari sebelumnya BUKU II. BUKU III merupakan bank dengan modal inti senilai Rp5 triliun hingga Rp30 triliun.
Saat ini, baru anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, yaitu PT Bank Mandiri Syariah (BSM) yang masuk kategori BUKU III.
Untuk itu, dengan kekuatan
holding, pemerintah ingin menambah sumber modal bagi anak usaha syariah lain. Caranya, melalui modal dari investor yang didapat dari penjaminan holding BUMN jasa keuangan.
"Misalnya, dengan pinjam sumber-sumber baru itu. Kami beri jaminan, misalnya dengan dana murah. Kalau jaminannya dari sendiri itu
rate-nya lebih besar, tapi kalau jaminan
holding bisa lebih baik," ujar Gatot kepada
CNNIndonesia.com, Senin (4/12).
Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, yaitu PT BRI Syariah diproyeksikan mendapat tambahan modal, sehingga bisa beralih dari BUKU II ke BUKU III. Namun, Gatot belum ingin merincinya lebih dalam.
"Belum lagi nanti BRI Syariah juga akan tawarkan saham ke publik (Initial Public Offering/IPO) tahun depan," imbuhnya.
Cara lain, dengan melakukan penggabungan (merger) anak usaha. Misalnya, pada anak usaha syariah perbankan pelat merah.
Kementerian BUMN ingin menggabungkan anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, yaitu PT BNI Syariah dengan anak usaha PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, yaitu Unit Usaha Syariah (UUS) BTN.
"Misalnya, agar semua bank syariah dari perbankan BUMN masuk BUKU III, tentu bisa diupayakan dengan melakukan merger juga. Maka kami harapkan BNI Syariah dan USS BTN merger saja," katanya.
Menurutnya, skema merger ampuh mendongkrak pertumbuhan perbankan syariah, khususnya yang berada di bawah perbankan pelat merah. Misalnya, bisa lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata saat ini sebesar 5 persen.
Kemudian, merger juga bisa membuat kemampuan bank menjadi bertambah dalam menggapai pangsa pasar yang lebih besar lagi.
"UUS BTN kan kuat di properti, BNI Syariah lebih ke konsumer. Jadi nanti bagus untuk
transfer knowledge dan perluas bisnisnya," katanya.
Kendati begitu, persiapan lebih rinci mengenai merger anak usaha syariah ini diharapkan baru benar-benar fokus dibicarakan usai kementerian merampungkan holding jasa keuangan.
 (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta) |
"Tapi kami fokus
holding dulu, mungkin mereka bisa setelah
holding. Tapi kami buat petanya," jelasnya.
Di sisi lain, Gatot mengaku, kementeriannya juga tengah melihat skema-skema merger lain bagi anak usaha para perusahaan induk lain yang tergabung dalam
holding jasa keuangan.
"Nanti setelah selesai baru kami lihat kembali untuk yang dimerger," pungkasnya.
Ekonom Samuel Aset Manajemen (SAM) Lana Soelistianingsih menilai, strategi penguatan anak usaha setelah berlangsungnya holding jasa keuangan sebenarnya cukup baik.
"
Holding memang bisa memperbesar akses permodalan bagi induk dan anak, ini sebenarnya baik asal implementasinya benar-benar terasa ke semua lini," ucap Lana.
Meski demikian, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan kembali risiko dari skema tersebut, terutama merger. Sebab, jangan sampai menggabungkan dua perusahaan yang tidak sejalan atau tidak cocok.
"Merger bagus saja, tapi harus dilihat. Kalau dengan perusahaan yang rugi, tentu kasihan ke perusahaan yang selama ini sudah untung. Mereka bisa jadi terbebani," jelasnya.
Untuk itu, pencarian sumber modal dan merger yang nantinya dilakukan setelah holding diharapkan bisa berjalan bila holding induk juga telah mampu stabil dalam mengatur kinerja keuangannya masing-masing.
Siap MergerDirektur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan, perusahaan siap melakukan merger dengan UUS BTN. Asal, telah disepakati oleh kedua induk perusahaan.
"Kalau sekarang masih belum bisa bicara lebih jauh karena harus tunggu arahan dari induk lebih dulu. Jadi kami tunggu arahan saja," kata Abdullah.
Ia menyatakan, BNI Syariah siap merger dengan UUS BTN lantaran ini merupakan satu langkah yang baik untuk mendongkrak pertumbuhan dan pangsa pasar anak usaha syariah, apalagi nantinya bila telah resmi ber-holding.
Khususnya merger dengan UUS BTN, dilihatnya memberikan keuntungan karena UUS BTN punya fokus bisnis yang kuat pada fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR), seperti halnya induknya, BTN.
"Mereka sendiri sudah mahir di KPR, rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Fund/NPF) pun hanya sekitar 1 persenan ya. Itu bagus kami bisa belajar juga. Nanti tukeran, kami kan lebih ke konsumer," jelasnya.
Sementara, Direktur BTN Mahelan Prabantarikso mengatakan, sejatinya perbankan mengikuti arahan dari pemerintah. Apalagi bila hal ini telah dirancang sebagai lanjutan dari holding jasa keuangan.
Namun begitu, untuk merger tentu diperlukan pemisahan UUS BTN dari induk BTN (
spin off). Hal ini diperkirakan memang masih butuh waktu. Sebab, baru diusulkan dalam Rancangan Bisnis Bank (RBB) pada tahun depan.
"Belum bisa beri penjelasan lebih untuk itu. Tapi intinya kalau mau dimerger, maka harus
spin off dulu," tutur Mahelan, Senin kemarin.
(gir)