Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika bursa saham global sedang meradang hingga berimbas negatif kepada pasar modal dalam negeri, pelaku pasar bisa memilih saham emiten berbasis konstruksi dalam pekan ini untuk tetap meraup untung.
Karakteristik emiten konstruksi yang tidak memiliki kaitan langsung dengan isu eksternal membuat harga sahamnya berpeluang tetap hijau meski bursa global anjlok sekalipun.
"Isu global tidak akan mengubah nilai kontrak atau jumlah kontrak yang diraih emiten konstruksi," tutur Kepala Riset Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan kepada
CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini, Alfred merekomendasikan saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Secara umum, menurut Alfred, nilai kontrak dan jumlah kontrak yang diraih oleh emiten konstruksi merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pergerakan saham dan pencapaian kinerja keuangan emiten.
Sejauh ini, rata-rata emiten konstruksi fokus pada proyek infrastruktur dalam negeri. Untuk itu, isu domestik bakal lebih mempengaruhi laju saham emiten konstruksi.
Sementara itu, isu global terkait kekhawatiran pelaku pasar global terhadap The Fed yang berpotensi lebih agresif dalam menaikan suku bunga acuan tahun ini tak akan banyak berpengaruh pada saham konstruksi.
"Jadi kalau konstruksi sebenarnya sekarang tinggal masalah pembiayaan saja, tapi kan sudah mulai selesai," terang Alfred.
Adapun, harga saham Waskita Karya dan Waskita Beton Precast kompak melemah pada akhir pekan lalu, Jumat (11/2). Lebih detail, saham Waskita Karya turun tipis 0,69 persen ke level Rp2.880 per saham dan Waskita Beton Precast anjlok 3,42 persen ke level Rp452 per saham.
Alfred menilai, valuasi saham kedua emiten tersebut masih terbilang murah. Mengacu pada data RTI Infokom,
Price Earning to Ratio (PER) Waskita Karya saat ini sebesar 11,38 kali, sedangkan Waskita Beton Precast sebesar 10,76 kali.
"Target PER Waskita Karya dan Waskita Beton Precast tahun 2018 sebesar 12 kali," jelas Alfred.
PER merupakan salah satu indikator yang sering dijadikan acuan bagi pelaku pasar untuk menilai mahal atau murahnya harga saham.
Untuk pekan ini, Alfred memasang target harga saham Waskita Karya mencapai level Rp3.630 per saham dan Waskita Beton Precast di level Rp706 per saham.
Selain emiten kontruksi, pelaku pasar juga bisa membeli saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) pada pekan ini. Perbaikan kinerja keuangan perusahaan sepanjang tahun 2017 membawa dampak positif bagi pergerakan harga saham Bank Mandiri.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, Bank Mandiri membukukan laba bersih sebesar Rp20,6 triliun pada tahun 2017 atau naik 49,6 persen bila dibandingkan dengan tahun 2016.
"Bank Mandiri sudah ada perbaikan dari segi laba lalu rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL)," ucap Alfred.
Tercatat, rasio
NPL gross turun menjadi 3,46 persen dari sebelumnya empat persen. Sementara, rasio
NPL net membaik dari 1,53 persen menjadi 1,18 persen.
"Jadi kalau valuasi saham Bank Mandiri selama tahun 2017 tertekan, sekarang bisa naik," kata Alfred.
Khusus saham emiten perbankan, sambung Alfred, pelaku pasar umumnya melihat dari segi
Price to Book Value (PBV). Saat ini, PBV Bank Mandiri sebesar 2,1 kali.
"Target PBV tahun ini 2,5 kali," imbuh Alfred.
Sentimen Holding Migas Positif bagi PGASPelaku pasar juga memiliki pilihan saham lainnya di sektor energi, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN. Harga saham perusahaan yang anjlok hingga 2,9 persen ke level Rp2.340 per saham bisa dimanfaatkan untuk melakukan aksi beli saat harga turun
(buy on weakness).Terlebih lagi, kinerja emiten berkode PGAS di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini diproyeksi melonjak setelah proses integrasi dengan anak usaha PT Pertamina, yaitu PT Pertagas terealisasi pada Maret 2018.
Hingga saat ini, pemerintah memang belum menetapkan skema integrasi tersebut. Beberapa opsi integrasi PGN dan Pertagas, diantaranya akuisisi dan inbreng.
Jika memang diputuskan Pertagas menjadi anak usaha dari PGN, maka aset PGN akan bertambah. Selain itu, kontrak penyaluran gas yang dimiliki PGN secara konsolidasian juga semakin meningkat.
"Kinerja PGN kan tergantung kontrak kerja sama, perusahaan ini kan menyalurkan gas dari hulu ke hilir. Kontrak bisa bertambah dari Pertagas," ucap Kevin Juido Hutabarat, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas.
Dengan sentimen positif ini, harga saham PGN berpeluang menyentuh level Rp2.650 per saham-Rp2.700 per saham. Artinya, harga saham PGN dapat tumbuh hingga 13,24 persen-15,38 persen.
"Tapi memang kinerja keuangan tahun 2017 labanya lebih rendah dari tahun 2016," lanjut Kevin.
Laporan keuangan PGN pada kuartal III 2017 menunjukan laba bersih perusahaan merosot 59,53 persen menjadi US$97,91 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar US$241,99 juta.
Selanjutnya, emiten ritel seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) juga akan mendapatkan imbas positif dari pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 171 wilayah dan Asian Games tahun 2018. Pasalnya, kedua gelaran itu akan meningkatkan daya beli masyarakat.
"Ramayana Lestari Sentosa ini segemnnya kelas menengah ke bawah, masyarakat Indonesia kebanyaka juga masuk kelas menengah ke bawah. Jadi perusahaan untung," papar Kevin.
Kevin memprediksi, harga saham Ramayana Lestari Sentosa pekan ini berada di level Rp1.450 per saham. Pada akhir pekan lalu, harga saham perusahaan terkoreksi tipis 0,43 persen di level Rp1.150 per saham.
(agi)