Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menetapkan, suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) tetap di angka 4,25 persen pada Februari ini. Adapun suku bunga simpanan
(deposit ficility) dan suku bunga pinjaman (
lending facility) masing-masing juga dipertahankan masing-masing sebesar 3,5 persen dan 5,0 persen.
"Kami memutuskan untuk mempertahankan 7DRRR tetap 4,25 persen. Berlaku efektif sejak 19 Februari 2018," ujar Gubernur BI Agus D.W Martowardojo saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di kantornya, Kamis (15/2).
Menurut Agus, keputusan ini diambil setelah BI mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik. Agus menjelaskan, kondisi perekonomian global saat ini dipengaruhi oleh perekonomian negara-negara maju yang diproyeksi lebih baik, seperti Amerika Serikat (AS), negara-negara kawasan Eropa, dan Jepang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perekonomian AS ditopang investasi dan konsumsi karena kebijakan reformasi perpajakan dan kebijakan The Fed yang diperkirakan akan membuat inflasi sesuai target," katanya.
Perekonomian Eropa, menurut Agus, didukung pertumbuhan ekspor dan kebijakan moneternya. Sedangkan ekonomi Jepang, dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor dan insentif ke korporasi.
Sementara itu, ekonomi negara berkembang, seperti China dan India, diperkirakan juga ikut membaik. "Pertumbuhan China lebih tinggi karena ekspor naik seiring adanya kenaikan permintaan dan India pulih karena hilangnya demotisasi dan penerapan sistem pajak yang baru," terangnya.
Selain itu, menurut Agus, kinerja perdagangan antar negara dan harga komoditas yang terus meningkat menjadi penanda bahwa perekonomian global membaik.
Dari sisi domestik, keputusan BI mempertimbangkan, kinerja pertumbuhan ekonomi akhir tahun lalu sebesar 5,07 persen yang merupakan rekor tertinggi sejak 2014. Kinerja ini ditopang oleh investasi yang tumbuh 7,72 persen dan ekspor 8,5 persen.
"Neraca perdagangan tetap surplus pada kuartal IV yang didukung oleh transaksi modal dan finansial, dengan defisit transaksi berjalan yang cukup terkendali," jelasnya.
BI mencatat, neraca pembayaran Indonesia surplus US$116 miliar dengan defisit transaksi berjalan menjadi 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lalu, cadangan devisa mencapai sejarah tertinggi di angka US$132 miliar.
"Ini cukup untuk membiayai sekitar 8,5 bulan dan 8,2 bulan impor dan sesuai dengan kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," ucapnya.
Lalu, nilai tukar rupiah yang berhasil menguat sekitar 1,36 persen ke kisaran Rp13.378 per dolar AS pada Januari lalu. "Penguatan ini didorong oleh modal asing yang kembali masuk, seiring dengan positifnya persepsi dari investor asing ke kami," tuturnya.
Inflasi cukup terjaga di angka 0,62 persen secara bulanan dan 3,25 persen secara tahunan pada Januari 2018. Hal ini menandakan bahwa inflasi masih di kisaran target 3,5 persen plus minus satu persen.
Selanjutnya, BI juga melihat sistem keuangan terjaga cukup baik. pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 8,2 persen secara tahunan dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di angka 9,4 persen secara tahunan pada sepanjang tahun lalu.
"Sedangkan rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL) sebesar 2,6 persen secara gross dan 1,2 persen secara net pada akhir 2017," pungkasnya.
(agi)