Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia jatuh pada perdagangan Rabu (7/3), waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh terperosoknya pasar modal akibat sentimen terhadap rencana pengenaan tarif impor AS yang berpotensi menimbulkan perang harga. Ditambah, data pemerintah AS juga menunjukkan kenaikan produksi dan persediaan minyak mentah.
Dilansir dari Reuters, Kamis (8/3), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei turun US$1,45 atau 2,2 persen menjadi US$64,34 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga Brent bergerak di rentang US$63,83 hingga US$65,8 per barel.
Selanjutnya, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intemerdiate (WTI) untuk pengiriman April melorot US$1,45 menjadi US$61,15 per barel. Harga WTI rontok 2,3 persen dalam satu hari. Ini merupakan penurunan terbesar sejak 9 Februari 2018 lalu. Selama perdagangan langsung, harga WTI bergerak di kisaran US$60,58 dan US$62,58 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengunduran diri penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump Gary Cohn dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan proteksionisme yang dilakukan pemerintah. Ia tak berdaya melawan rencana Trump untuk pemungutan tarif impor pada baja dan aluminium.
Negara-negara besar, termasuk Uni Eropa dan China, telah menyatakan tarif tersebut dapat menimbulkan upaya pembalasan dan memicu perang perdagangan global.
Pengunduran diri Cohn mendorong jatuhnya tiga indeks utama di pasar saham Wall Street dan mengempiskan selera investor terhadap risiko. Sementara, harga minyak baru-baru ini bergerak beriringan dengan pasar modal.
"Kekhawatiran pasar secara umum terhadap kemungkinan terjadinya perang perdagangan global menyeret segalanya ke bawah," ujar partner manajer investasi Again Capital John Kilduff di New York.
Hal itu, lanjut Kilduff, tak memberikan sinyal yang bagus untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan dan peningkatan permintaan energi.
Kenaikan produksi minyak mentah AS juga membebani harga pasar. Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), produksi mingguan minyak mentah AS mencetak rekor pada pekan lalu dengan hampir mencapai 10,4 juta barel per hari (bph).
"Pasar telah memiliki jumlah rig yang sedikit tertahan dan mulai naik lagi tahun ini. Dari sudut pandang perminyakan, Anda akan melihat berlanjutnya produksi minyak mentah AS yang kuat untuk periode tambahan," tutur manajer portofolio Tortoise Capital Rob Thummer di Leawood, Kansas.
EIA juga memperkirakan produksi minyak mentah AS untuk kuartal keempat tahun ini rata-rata akan mencapai di kisaran 11,17 juta bph atau naik dari prediksi yang dibuat bulan lalu, 11,04 juta bph.
Artinya, produksi minyak mentah AS bakal lebih besar dari Rusia yang tahun lalu menempati posisi teratas. Kemudian, AS juga menyalip produksi Arab Saudi, produsen minyak terbesar di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Dari sisi persediaan, penurunan harga minyak sedikit tertahan oleh data EIA yang menunjukkan kenaikan persediaan minyak mentah AS sebesar 2,4 juta barel pekan lalu, lebih rendah dibandingkan ekspektasi kenaikan yang dibuat sejumlah analis sebesar 2,7 juta barel.
Namun, persediaan di hub pengiriman Cushing, Oklahoma, merosot 605 ribu barel. Capaian itu tercatat turun selama 11 pekan berturut-turut.
Meskipun tren persediaan minyak mentah naik selama periode ini seiring dengan berhentinya operasional kilang untuk perawatan, kenaikan persediaan minyak mentah AS secara terus menerus akan menambah sentimen negatif di pasar.
(bir)