Jakarta, CNN Indonesia -- Masih minimnya jumlah perusahaan teknologi finansial (
fintech) di sektor layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
(peer to peer/P2P lending) dinilai menjadi penyebab tingginya suku bunga pinjaman melalui layanan tersebut.
Saat ini rata-rata suku bunga pinjaman yang diberikan
fintech mencapai sekitar 21 persen.
"Sebetulnya, kalau mau dilihat isunya tingkat bunga
(fintech) itu bisa sangat tinggi, itu karena
player-nya sedikit," kata Chatib di Jakarta, Kamis (29/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pelaku P2P lending akan terus menikmati bunga yang tinggi selama pelaku pasar masih terbatas.
"Jadi kalau
market-nya dibuka, pasti tingkat bunganya akan turun," kata Chatib.
Regulator sendiri menurut dia, tak dapat mengatur suku bunga pinjaman pada
fintech kendati besarannya di atas batas kewajaran.
"Susah, gimana mengaturnya, Karena itu sangat struktur pasar. Anda kalau masuk ke bank untuk UKM (Usaha Kecil dan Menengah), tingkat bunganya kan relatif tinggi, karena
monitoring cost-nya juga rumit," kata Chatib.
Chatib juga mengingatkan agar pemerintah dan regulator lainnya tak membuat aturan yang kaku pada perusahaan
fintech. Aturan bagi
fintech menurut dia, perlu dibuat fleksibel dan mampu mengikuti perkembangan teknologi keuangan kedepan.
"Regulator itu harus berpikir untuk merubah
mindset-nya dari mengatur sesuatu yang secara detail, menjadi mengatur sesuatu yang
principle," terang dia.
Ia menekankan pengaturan
fintech adalah tantangan yang besar bagi para regulator. Perkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut regulator untuk dapat kreatif dan selalu melihat kemungkinan-kemungkinan yang muncul kedepannya.
"Yang paling penting adalah punya diskusi yang baik dengan cara yang baik untuk mengatur ini."
(agi)