BTN Beberkan Modus Deposito Fiktif di Depan DPR

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 23 Apr 2018 17:28 WIB
Kasus deposito fiktif yang menimpa nasabah BTN di 2016 lalu memakan empat korban dengan kerugian Rp240 miliar. Hingga kini, penyelesaian kasus masih berproses.
Kasus deposito fiktif yang menimpa nasabah BTN di 2016 lalu memakan empat korban dengan kerugian Rp240 miliar. Hingga kini, penyelesaian kasus masih berproses. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN membeberkan modus kasus deposito fiktif yang menimpa perseroan pada 2016 silam. Hingga kini, kasus tersebut masih berada dalam proses penyelesaian.

"Sebagian pelaku telah diputus hukumannya oleh pengadilan dan sebagian dalam proses hukum," ujar Direktur Utama BTN Maryono saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Senin (23/4).

Maryono menjelaskan bahwa kasus tersebut memakan empat orang korban dengan total kerugian sekitar Rp240 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas kejadian tersebut, lanjut Maryono, pelaku berinisial BS dijatuhi hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Kemudian, pelaku berinisial DP dijatuhi hukuman selama delapan tahun.

Maryono mengungkapkan pelaku menggunakan modus dengan mengaku sebagai pegawai BTN dan menawarkan produk desposito kepada nasabah sambil membawa formulir pengajuan.


Korban yang menyetujui produk tersebut lantas mengisi formulir dan melengkapi dokumen. Kemudian, pelaku membuat rekening bilyet giro dengan menyesuaikan informasi dan spesimen korban demi kepentingan pelaku.

"Pelaku membayar bunga kepada korban," ujar Maryono.

Kasus menyeruak saat perseroan menerima laporan mengenai kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan. Setelah melakukan verifikasi dan investigasi terhadap laporan tersebut, perseroan menemukan bahwa bilyet yang digunakan merupakan bilyet fiktif.

Perseroan sangat menyesalkan kasus yang melibatkan oknum pegawai tersebut. BTN telah mencadangkan kerugian risiko operasional hingga 100 persen.


Selain itu, perseroan juga melakukan sejumlah upaya pencegahan dengan memperbaiki sistem dan meningkatkan pengawasan.

"Karena kejadian ini terjadi di kantor kas, maka kami larang kantor kas untuk tidak melakukan penjualan produk," ujarnya.

Lebih lanjut, perseroan terus melakukan koordinasi dengan regulator, baik Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Maryono menekankan setiap kejadian pembobolan keuangan, perseroan langsung melaporkannya kepada regulator. Jika terkait dengan pelanggaran pidana dan perdata, perseroan langsung melaporkannya kepada kepolisian agar diselesaikan oleh pihak berwajib. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER