Jakarta, CNN Indonesia --
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memperkirakan perlu
pembiayaan lebih dari Rp1.100 triliun untuk mengatasi persoalan kekurangan perumahan
(backlog) di Indonesia.
"Itu dengan asumsi harga rumah Rp100 juta per unit. Jadi, bisa lebih (kebutuhan dananya)," tutur Direktur Utama BTN Maryono usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (23/4).
Berdasarkan data terakhir perseroan, jumlah
backlog masih di kisaran 11,3 juta unit. Sebagian besar penduduk yang belum memiliki rumah adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Padahal, hunian mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu waktu 11 tahun untuk menyelesaikan
backlog rumah dengan program sejuta rumah per tahun," ujarnya.
Menurut Maryono, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan ada tiga alternatif.
Pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Kedua, penggunaan dana Tabungan Perumahan (Tapera).
Terakhir, pemanfaatan dana jaminan sosial jangka panjang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Sekarang (pembiayaan perumahan) masih kebanyakan FLPP. Kalau pembiayaan ini bisa dipindahkan ke dananya BPJS, kami bisa mengurangi dana FLPP," katanya.
Perseroan sendiri terus berupaya untuk menekan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Saat ini, rata-rata suku bunga kredit KPR nonsubsidi sebesar 9,5 persen per tahun. Sementara, saat ini suku bunga KPR subsidi 5 persen per tahun.
"Kami akan turunkan lagi bunga (KPR nonsubsidi), ya secara bertahap ke 9 persen lagi," imbuh dia.
Per akhir Maret 2018, BTN telah menyalurkan KPR subsidi senilai Rp79, 15 triliun atawa melonjak 32,96 persen secara tahunan. Sementara, KPR nonsubsidi tercatat naik 12,24 persen menjadi Rp69,8 triliun.
(bir)