BI Minta Korporasi Tingkatkan Hedging Cegah Kerugian Kurs

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Rabu, 25 Apr 2018 22:25 WIB
BI meminta korporasi untuk meningkatkan rasio lindung nilai (hedging) terhadap transaksi dan kewajiban valasnya demi mencegah kerugian kurs.
BI meminta korporasi untuk meningkatkan rasio lindung nilai (hedging) terhadap transaksi dan kewajiban valasnya demi mencegah kerugian kurs. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) meminta korporasi untuk meningkatkan rasio lindung nilai (hedging) terhadap transaksi dan kewajiban valuta asingnya demi mencegah kerugian selisih kurs.

Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengungkapkan seharusnya korporasi, termasuk BUMN, dapat memanfaatkan produk hedging yang sudah beragam dan lebih murah saat ini, seperti call spread.

"Namun, saat ini baru 13 korporasi yg memanfaatkan transaksi call spread," tutur Nanang, mengutip Antara, Rabu (25/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Call spread
merupakan jasa lindung nilai dari perbankan kepada korporasi yang memiliki liabilitas atau kewajiban valas agar terhindari dari kerugian yang disebabkan volatilitas kurs.

Biaya lindung nilai diklaim lebih murah saat ini di kisaran 2,5 persen. Biaya tersebut lebih murah karena saat ini perbankan domestik sudah menyediakan fasilitas call spread.

Bank domestik yang sudah menyediakan call spread, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Bank HSBC Indonesia, PT Bank Maybank Indonesia, Bank Standard Charterd Indonesia, PT CIMB Niaga Tbk, Bank of Tokyo Mitsubishi, ANZ, dan UOB.


Dengan aktifnya korporasi melakukan lindung nilai, maka permintaan valas korporasi tidak akan membebani pasokan dan pasokan valas di pasar, yang selama ini menjadi penyebab pelemahan nilai tukat rupiah.

BI meminta korporasi menjadikan risiko pasar atau risiko kurs menjadi bagian pengelolaan risiko korporasi yang berkelanjutan sehingga dapat lebih siap ketika tekanan ekonomi eksternal semakin kencang.

Apalagi saat ini, pasar keuangan global sedang menghadapi ketidakpastian tentang kenaikan suku bunga bank sentral The Federal Reserve.


Ketidakpastian tersebut yang ditambah proyeksi perbaikan ekonomi AS, termasuk inflasi, telah mengerek naik imbal hasil obligasi pemerintah AS, US Treasury bertenor 10 tahun hingga mendekati tiga persen.

Dengan dinamika perekonomian itu, tekanan terhadap kurs negara-negara di dunia, termasuk rupiah akan semakin kencang.

"Risiko fluktuasi harus dijaga korporasi tidak akan menggerus arus pendapatan karena fluktuasi harga pasar (market risk), sehingga bisa fokus ke pengembangan usaha," kata Nanang. (antara/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER