Jakarta, CNN Indonesia -- Penerapan harga khusus
batu bara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri (
Domestic Market Obligation/DMO) telah menggerus pendapatan sejumlah perusahaan batu bara. Tak tanggung-tanggung, ratusan miliar dikabarkan menguap akibat aturan tersebut.
Sebelumnya, Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018 mengatur setidaknya 25 persen penjualan batu bara perusahaan harus ditujukan untuk keperluan dalam negeri.
Sesuai Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batubara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, harga batu bara DMO sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal US$70 per ton untuk kalori 6.332 GAR atau mengikuti Harga Batu bara Acuan (HBA) jika HBA berada di bawah US$70 per ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, untuk nilai kalori lainnya akan dikonversi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Kami sudah lakukan perhitungan perbedaan pendapatan karena harga US$70 dibanding HBA, pendapatan kami dari Maret-Mei turun Rp277 milyar," ujar Chief Executive PT Arutmin Indonesia Hidu Hutabarat di Ruang Rapat Komisi VII Dewan Perwakilan (DPR), Kamis (24/5).
Hidu mengungkapkan persetujuan volume penjualan perusahaan tahun ini mencapai 28,8 juta ton. Artinya, kewajiban DMO perusahaan sekitar 7,2 juta ton. Sampai dengan Mei, realisasi alokasi DMO mencapai 3,25 juta ton dari produksi total sebanyak 13 juta ton.
Penurunan pendapatan juga dialami oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC). Dalam paparannya, pendapatan KPC merosot Rp957 miliar karena menerapkan aturan harga khusus DMO.
Komisaris PT Kaltim Prima Coal Sri Damayanti mengungkapkan izin penjualan perusahaan tahun ini mencapai 60 juta ton yang terdiri dari penjualan DMO dan ekspor. Hingga pertengahan Mei, realisasi penjualan perusahaan mencapai 17,5 juta ton.
"Jumlah penjualan DMO 4,6 juta dan ekspor 12,9 juta," imbuh Sri.
Sri merinci pasokan DMO dialokasikan untuk PT PLN, PT Freeport Indonesia, dan PT Pupuk Kaltim. Sementara, penjualan ekspor dikirim ke Jepang, India, Cina, Malaysia, Thailand dan Hongkong.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, per 22 Mei 2018, realisasi penerimaan DMO mencapai 32,67 juta ton dari target 121,83 juta ton.
(bir)