Surplus US$1,7 M di Juni, Neraca Dagang Semester I Defisit

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Senin, 16 Jul 2018 11:39 WIB
Neraca perdagangan pada Juni surplus US$1,74 miliar, setelah defisit selama lima bulan. Kendati demikian, neraca perdagangan semester I masih mencatat defisit.
Sepanjang semester pertama tahun ini, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit US$1,02 miliar. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada bulan Juni mencatat US$1,74 miliar. Kendati demikian, neraca perdagangan secara keseluruhan pada semester pertama tahun ini masih mencatatkan defisit sebesar US$1,02 miliar

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit perdagangan Januari-Juni 2018 terjadi karena secara kumulatif ekspor hanya sebesar US$88,02 miliar. Sedangkan impor paruh pertama tahun ini mencapai US$89,04 miliar.

Bila dibandingkan dengan Januari-Juni 2017, ekspor hanya meningkat 10,03 persen, sedangkan impor meningkat hingga 23,10 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Impor yang masih tinggi ini perlu diperhatikan lebih serius oleh pemerintah," ujar Ketjuk, sapaan akrabnya di kantor BPS, Senin (16/7).

Secara bulanan, surplus neraca perdagangan Juni 2018 terjadi karena nilai ekspor yang lebih tinggi mencapai US$13 miliar, sedangkan impor sebesar US$11,26 miliar. Kendati kondisi tersebut membuat surplus perdagangan, nilai  tersebut sebenarnya jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, di mana ekspor mencapai US$16,12 miliar dan impor US$17,64 miliar.

"Penurunan ekspor terjadi pada kendaraan dan bagiannya, mesin dan peralatan listrik, dan mesin-mesin pesawat mekanik, itu penurunannya agak curam," katanya.


Selain itu, penurunan ekspor juga terjadi karena beberapa harga komoditas menurun, misalnya minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$72,46 per barel pada Mei 2018 menjadi US$70,36 per barel pada bulan kemarin. Meski ada pula peningkatan harga komoditas, mulai dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO), emas dan karet.

Secara sektoral, ekspor non migas menyumbang sekitar 86,76 persen dari total ekspor bulan kemarin dengan nilai tertinggi disumbang oleh industri pengolahan sebesar US$8,55 miliar. Namun, pertumbuhannya minus 27,28 persen secara bulanan dan hanya naik tipis 0,03 persen secara tahunan.

Pertumbuhan yang masih positif terjadi pada ekspor pertambangan dan lainnya sebesar 1,08 persen secara bulanan dan 58,53 persen secara tahunan dengan nilai mencapai US$2,53 miliar. Sementara sektor pertanian hanya menyumbang ekspor US$200 juta dengan pertumbuhan minus 35,2 persen secara bulanan dan minus 25,31 persen secara tahunan.

"Peningkatan ekspor nonmigas berasal dari bahan bakar mineral, bubur kayu/pulp, pupuk, nikel, dan berbagai produk kimia," katanya.


Sedangkan ekspor migas meningkat 4,67 persen secara bulanan dan 34,79 persen secara tahunan menjadi US$1,72 miliar pada bulan lalu.

Kendati ekspor bulan Juni menurun, namun impor pada bulan yang sama turun lebih dalam mencapai 36,27 persen secara bulanan menjadi US$11,26 miliar. Walhasil, surplus perdagangan masih bisa dirasakan oleh Indonesia pada bulan kemarin.

Lebih rinci, penurunan impor terbesar disumbang oleh impor non migas dari US$14,8 miliar menjadi US$9,14 miliar. Sedangkan impor migas hanya turun tipis dari US$2,86 miliar menjadi US$2,12 miliar.

Ketjuk merinci, penurunan impor terjadi di semua jenis. Impor konsumsi turun 41,85 persen secara bulanan dan 9,51 persen secara tahunan menjadi US$1,01 miliar. Lalu, impor bahan baku dan penolong menjadi US$8,51 miliar atau turun 35,21 persen secara bulanan, meski masih naik 14,56 persen secara tahunan.

Sementara impor bahan modal turun 37,81 persen secara bulanan menjadi US$1,74 miliar, meski masih meningkat sekitar 19,94 persen secara tahunan.

"Peningkatan impor berasal dari produk perhiasan, lokomotif dan peralatan kereta api, kendaraan bermotor dan komponennya, kulit berbulu, dan hasil karya seni," pungkasnya. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER