Direktur Modern Internasional Johannis mengatakan perusahaan masih memiliki dana internal untuk melunasi utangnya kepada kreditur, salah satunya Bank CIMB. Jika mengacu pada laporan keuangan perusahaan kuartal I 2018, jumlah utang kepada Bank CIMB sebesar Rp43,85 miliar.
"Ada arus kas dari perusahaan. Utang bank tinggal Bank CIMB dan PT Bank Mandiri Tbk," ucap Johannis, Rabu (18/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, untuk pinjaman kepada Bank Mandiri sendiri akan dilakukan restrukturisasi utang dalam bentuk perpanjangan jangka waktu maksimal 10 tahun.
Dalam laporan keuangan perusahaan tiga bulan pertama tahun ini, entitas Modern Internasional tercatat memiliki utang kepada Bank Mandiri sebesar Rp148,01 miliar.
Selain kepada dua bank itu, perusahaan juga memiliki sejumlah utang kepada perusahaan keuangan lainnya. Menurut Johannis, Modern Internasional memiliki utang kepada sekitar 10 kreditur.
"Kami akan restrukturisasi semuanya berupa perpanjangan waktu maksimal 10 tahun, beda-beda tapi ya itu maksimal," kata Johannis.
Salah satu kreditur akan dilunasi sebagian melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Rencana itu akhirnya telah mendapatkan restu pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) hari ini, Rabu (18/7).
Sebelumnya, perusahaan juga telah menyelenggarakan RUPSLB untuk meminta izin pemegang saham pada akhir Juni 2018, tetapi saat itu tidak kuorum sehingga belum ada keputusan.
"Jadi sebagian utang di BHP akan dikonversi menjadi saham, maksimal 10 persen dari total modal yang ditempatkan," terang Johannis.
Lebih jelasnya, kata Johannis, perusahaan akan menerbitkan sebanyak 457.469.799 lembar saham baru. Angka itu setara 10 persen dari modal disetor. Bila dihitung dengan nominal Rp100 per saham, maka transaksi itu setara dengan Rp45,75 miliar.
Ia menambahkan, mayoritas utang perusahaan berasal dari anak usahanya PT Modern Sevel Indonesia (MSI) sebagai eks pemilik lisensi 7-Eleven di Indonesia.
Untuk mengingatkan, seluruh gerai 7-Eleven ditutup mulai 2017 karena kinerjanya tak lagi positif seiring dengan biaya operasional yang juga membengkak.