Masih minimnya pemahaman masyarakat dan ketatnya persingan membuat pemain uang elektronik, terutama yang berbasis server, jor-joran dalam melakukan promosi. Hal itu terutama dilakukan penerbit uang elektronik berkantong tebal, seperti
GoPay dan
Ovo dengan mitra
merchant-nya.
Penawaran diskon menjadi cara jitu untuk menarik masyarakat agar mau mengunduh aplikasi pembayaran yang ditawarkan. Cara ini terbukti efektif terutama untuk pasar dari kalangan milenial yang memang sudah melek digital.
"Saya mengunduh OVO karena ingin dapat diskon," ujar Sari Elawati (28), karyawan swasta , kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan membayar menggunakan OVO, Sari akan mendapatkan
cashback (uang kembali) sebesar 10 persen setiap bertransaksi di sejumlah gerai di pusat perbelanjaan, terutama yang dikelola oleh Group Lippo, pemilik OVO. Sari mengungkapkan pertama kali mengunduh aplikasi OVO karena ingin mendapatkan promosi diskon parkir Rp1 di salah satu mal di Jakarta.
Wiwin (32), salah satu pengelola usaha cuci baju (laundry) di Jakarta Pusat, juga mengatakan beberapa pelanggannya mengunduh OVO di tempat karena ingin mendapatkan diskon berupa
cashback 5 persen dari nilai transaksi. Berdasarkan pantauan
CNNIndonesia.com di Google Store, aplikasi OVO telah diunduh lebih dari lima juta pengguna.
"Jumlah uang yang saya terima sama karena saya memasukkan sesuai harga. Soal diskon itu dari sananya," ujarnya.
Hal senada juga diungkap, Erik Tjahjadi (24). Ia mengaku frekuensi isi ulang pada akun GoPay miliknya meningkat setelah penyelenggara menebar banyak diskon di sejumlah m
erchant restoran cepat saji. Dari yang biasanya seminggu sekali menjadi seminggu tiga kali dengan rata-rata nominal Rp100 ribu per isi ulang.
"Lumayan, diskon 20 persen kalau bayar pakai GoPay di McD (McDonalds)," ujarnya.
 Ilustrasi transaksi GoPay. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan penerbit uang elektronik rela 'bakar uang' untuk promosi demi meraup pangsa pasar yang dominan. Meski menguntungkan konsumen, cara tersebut sebenarnya tidak menciptakan iklim kompetisi yang sehat.
Dalam hal ini, promosi tersebut menciptakan penghalang untuk masuknya pemain baru. "Artinya, yang nantinya masuk hanya pemain yang memang memiliki modal yang besar," ujarnya.
Selain itu, penerbit juga rela memberikan subsidi transaksi karena dengan banyaknya pengguna, penerbit bisa mengumpulkan data pola transaksi masyarakat. Data tersebut bisa dimanfaatkan untuk strategi pemasaran.
Banyaknya pengguna, lanjut Bhima, juga akan menjadi aset untuk penerbit saat melakukan ekspansi ke bisnis pinjam meminjam secara
online. Bisnis kredit, menurut Bhima, akan lebih menguntungkan dibandingkan bisnis uang elektronik.
"Setelah mereka masuk ke kredit, di sana mereka bisa menarik biaya. Dari situ mereka bisa balik modal," jelasnya.