Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan
Sri Mulyani menanggapi kritikan mantan menteri keuangan terakhir orde baru
Fuad Bawazier yang bertajuk '
Paket Stimulus Covid-19: Stimulus Atau Stimules?'.
Tulisan Fuad itu menyinggung stimulus ekonomi penanganan covid-19 atau tambahan (on top) belanja pemerintah hanya sebesar Rp73,4 triliun. Bukan Rp405 triliun seperti yang disampaikan.
Menjawab kritikan tersebut, Ani, panggilan akrabnya, justru menganggap jika eks menkeu ra Presiden Soeharto itu bingung membaca APBN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk belanja negara yang akan mencapai Rp2.613,8 triliun ini yang memang kemudian dimunculkan ada salah satu bekas menteri menyampaikan, oh belanja negara hanya tambah Rp74 triliun, pemerintah bilang Rp400 triliun. Ini karena kebingungan membaca APBN," ujarnya dalam rapat virtual bersama Komisi XI DPR, Kamis (30/4).
Ia menjelaskan stimulus tidak hanya diukur dari belanja saja. Lebih dari itu, stimulus dapat berasal dari sisi penerimaan, yaitu dengan tidak memungut pajak atau skema revenue for gone.
Selain itu, sambung Ani yang pernah dinobatkan sebagai menteri keuangan terbaik, stimulus ekonomi bisa berasal dari pembiayaan yaitu dengan merilis surat berharga negara.
"Belanja pemerintah memang hanya naik Rp73,4 triliun dan ini kami melakukan realokasi dan refocusing untuk belanja K/L yang kami tidak anggap menjadi prioritas menangani covid-19," katanya.
Ani menerangkan pemerintah telah memotong anggaran K/L sebesar Rp95,7 triliun. Terutama untuk belanja barang sebesar Rp52 triliun, perjalanan dinas Rp33,7 triliun, belanja barang lain Rp18,2 triliun, dan belanja modal Rp42,6 triliun.
"Untuk pemotongan belanja modal kami sampaikan dilakukan dengan tetap hati-hati. Kami minta Kementerian PUPR dan Kemenhub agar proyek tidak mangkrak, tapi mereka hanya melakukan slowing down atau perlambatan eksekusinya atau multi years untuk diluncurkan tahun selanjutnya," jelasnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo juga menanggapi kritik tersebut. Yustinus tak mengelak jika Rp405 triliun memang bukan seluruhnya tambahan anggaran.
Dana tersebut bersumber dari penghematan anggaran, refocusing dan realokasi anggaran kementerian dan lembaga (K/L), dan anggaran cadangan belanja pemerintah.
Namun, menurut Yustinus, hal yang terpenting saat ini adalah bukan sekadar istilah, namun esensinya.
"Apakah kita akan berdebat soal istilah di masa seperti ini, dan justru melupakan esensinya? Silakan saja Pak Fuad akan menyebutnya stimulus atau bukan. Bagi kami yang terpenting: keselamatan, kesehatan, kesejahteraan rakyat," katanya.
[Gambas:Video CNN] (ulf/bir)