Perpanjangan Penundaan Cicilan Bikin Multifinance Was-was

CNN Indonesia
Rabu, 21 Okt 2020 08:08 WIB
Multifinance khawatir perpanjangan penundaan pembayaran cicilan bakal mengganggu likuiditas dan berisiko membuat perusahaan gagal bayar (default).
Multifinance khawatir perpanjangan penundaan pembayaran cicilan bakal mengganggu likuiditas dan berisiko membuat perusahaan gagal bayar (default). Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Perusahaan pembiayaan (multifinance) mengkhawatirkan dampak perpanjangan penundaan pembayaran cicilan (restrukturisasi) akibat pandemi covid-19 terhadap kondisi keuangan.

Direktur Independen Adira Finance I Dewa Made Susila mengungkapkan kesusahan tak hanya dialami debitur di tengah krisis tetapi juga dialami oleh penyalur pembiayaan. Dalam hal ini, ia mengingatkan perusahaan pembiayaan memiliki beban pinjaman kepada pihak ketiga atau bank.

Jika terlalu lama tak menerima pemasukan, bisa saja perusahaan pembiayaan mengalami gagal bayar atau default.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kan proses restrukturisasi tetap berlangsung untuk konsumen. Kalau perusahaan pembiayaan enggak bayar kan default. Jadi sangat perlu memperhatikan kebutuhan perusahaan pembiayaan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/10).

Oleh karena itu, ia berharap OJK dapat melakukan modifikasi terhadap ketentuan restrukturisasi pada tahun depan yang tak hanya meringankan beban debitur tapi juga memperhatikan kelangsungan ekosistem industri.

Dia menyebut, per September lalu, sudah ada Rp18,6 triliun pinjaman yang direlaksasi dari 812 ribu debitur. Angka tersebut merupakan sepertiga dari portofolio Adira Finance.

Direktur Keuangan PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Armendra mengaku mendukung langkah OJK memulihkan perekonomian nasional. Namun, ia memberi catatan agar mekanisme perpanjangan tak berupa 'libur bayar'.

Ia berharap akan ada keringanan yang diberikan untuk kreditur yang juga merasakan dampak dari pandemi. Ia mengusulkan agar relaksasi diberikan dalam bentuk pembayaran sebagian dari pokok terutang (partial payment).

Pasalnya, mekanisme libur bayar yang telah diberikan selama ini diakuinya memberatkan likuiditas perusahaan. "Karena untuk membantu likuiditas kami karena ada kewajiban membayar kepada kreditor," katanya.

Dia menyebut pihaknya berada di posisi yang sulit karena diharuskan memberikan relaksasi kepada debitur namun juga tetap membayar kewajiban seperti pinjaman dari bank atau pun obligasi jatuh tempo. Belum lagi biaya operasi.

Sebagai gambaran, untuk Mandiri Tunas Finance, jumlah restrukturisasi yang telah dilakukan per September 2020 sebesar Rp13,7 triliun dengan jumlah debitur 70,652 orang. Jumlah tersebut lebih dari 30 persen dari total debitur perusahaan.

Meski hingga saat ini likuiditas disebutnya masih terjaga, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) naik menjadi 2,54 persen pada September 2020. Bahkan, pada puncaknya, NPF sempat membengkak menyentuh 3,71 persen pada Juni 2020. Sebagai catatan, pada kondisi normal, NPF pada Desember lalu cuma 1,18 persen. 

Selama pandemi, pihaknya lebih selektif dalam memberikan kredit baru. Kredit baru yang disalurkan selama pandemi berada di kisaran 45 persen. Ini juga dipengaruhi oleh lesunya permintaan.

Terakhir, ia berharap OJK memerhatikan keseluruhan ekosistem pembiayaan. "Dalam ekosistem pembiayaan banyak yang terlibat, nasabah, multifinance, sisi asuransi, sisi biller, prinsipnya adalah satu kesatuan pemulihan ekonomi yang saling berkaitan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyarankan para perusahaan pembiayaan untuk mengajukan keringanan dari pihak ketiga jika restrukturisasi diperpanjang dan dirasa memberatkan keuangan perusahaan.

"Kalau buat debitur diberikan napas. Perpanjangan kan bukan berarti debitur tidak membayar apa-apa, kebanyakan yang direstrukturisasi yang saya ketahui bunga tetap dibayar," katanya.

Meski tak dapat memukul rata seluruh perusahaan karena sistem restrukturisasi yang dilakukan berbeda-beda, secara keseluruhan, ia menyebut restrukturisasi memukul likuiditas sekaligus mengangkat NPF industri.

Dia mencatat, pada Agustus lalu NPF industri secara kotor berada di kisaran 5,2 persen, turun dari Juli 2020 yakni 5,6 persen. Pada keadaan normal, dia bilang NPF berada di kisaran 2 persen. Sedangkan, laba industri merosot 56 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Diketahui, Ketua OJK Wimboh Santoso memastikan perpanjangan program restrukturisasi yang tertuang dalam Peraturan OJK nomor 11 tahun 2020. Kebijakan penundaan cicilan kredit masyarakat tersebut sejak awal memang didesain bisa diperpanjang jika diperlukan.

[Gambas:Video CNN]

"Memang perlu diperpanjang, silakan kalau ada nasabah yang sudah jatuh tempo kalau memang mau direstrukturisasi, direstrukturisasi saja dan masih berlaku sampai Februari 2021. Bahkan, mungkin ada perpanjangan lebih dari itu," katanya, saat berbicara dalam webinar Capital Market Summit Expo, Senin (19/10).

Adapun total restrukturisasi di lembaga pembiayaan (multifinance) hingga 13 Oktober 2020 tercatat mencapai Rp175,21 triliun. Kabar baiknya, jumlah pengajuan restrukturisasi mulai berkurang dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER