ANALISIS

Mudarat Ekspor Benih Lobster ala Menteri KKP Edhy Prabowo

CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2020 07:47 WIB
Ekonom dan Walhi sepakat ekspor benih lobster mendatangkan devisa. Namun, sifatnya jangka pendek. Justru lebih banyak mudaratnya di masa depan.
Ekonom dan Walhi sepakat ekspor benih lobster mendatangkan devisa. Namun, sifatnya jangka pendek. Justru lebih banyak mudaratnya di masa depan. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam kasus suap izin ekspor benih lobster. Ia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada Rabu (25/11) dini hari WIB.

Ekspor benih lobster memang sempat menjadi pembicaraan hangat di publik. Harap maklum, kebijakan yang diputuskan Edhy bertolak belakang dengan pendahulunya, Susi Pudjiastuti.

Di bawah kepemimpinan Susi, ekspor benih lobster dilarang sejak 2015. Alasannya, Susi ingin meningkatkan nilai tambah dari lobster Indonesia sebelum dijual ke luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Susi juga tak ingin populasi lobster punah di laut di Indonesia. Oleh karena itu, ia juga dengan tegas melarang penangkapan benih lobster.

Namun, kebijakan itu dirombak oleh Edhy dengan mencabut aturan larangan ekspor benih lobster.

Pencabutan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Aktivitas ekspor benih lobster pun sontak bergerak setelah Edhy mencabut larangan tersebut. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor benih lobster (kode HS 03063110) per Juni 2020 tercatat sebesar US$112 ribu dengan volume 32 kilogram (kg).

Angkanya melonjak pada Juli 2020 menjadi US$3,66 juta dengan volume 1.388 kg. Benih lobster pada periode itu tercatat diekspor ke Vietnam.

Selanjutnya, nilai ekspor ke Vietnam semakin meningkat pada Agustus 2020 menjadi US$6,42 juta dan September 2020 tembus US$15,09 juta. Ekspor benih lobster juga dilakukan ke negara selain Vietnam.

Ke Taiwan, misalnya, pada Agustus 2020 lalu tercatat sebesar US$7.000. Lalu, ekspor benih Hong Kong pada September 2020 senilai US$60.355.

Secara total, nilai ekspor benih lobster sejak Maret hingga September 2020 sebesar US$25,36 juta. Jumlah benih lobster yang diekspor sebanyak 12.100 kg.

Jika dilihat lebih jauh, ekspor perikanan sepanjang Januari-Oktober 2020 belum terlalu bagus. Ekspor perikanan hanya naik 15,92 persen secara tahunan dari US$203,45 juta menjadi US$235,84 juta.

Lalu, ekspor perikanan budaya pada Januari-Oktober 2020 minus 13,23 persen secara tahunan dari US$262,19 juta menjadi US$227,51 juta.

Ekonom Perbanas Institute Piter Abdullah menerangkan ada keuntungan dari kebijakan ekspor benih lobster yang diputuskan Edhy. Negara, katanya, akan mendapatkan tambahan devisa dari kegiatan ekspor tersebut.

Namun, keuntungan itu bersifat jangka pendek. Sebab, lobster di laut Indonesia berpotensi punah jika benihnya terus-menerus ditangkap. Apalagi, dieksploitasi dijual ke luar negeri.

Jika sudah begitu, maka pasar lobster akan dikuasai oleh asing. Kekhawatirannya, Indonesia benar-benar tak memiliki kesempatan untuk membangun industri lobster dari hulu sampai hilir.

"Padahal, kalau ada industri hulu sampai hilir itu ada lapangan pekerjaan. Kalau ada lapangan pekerjaan, maka orang bisa buka warung. Jadi, manfaatnya banyak," tutur Piter kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/11).

Lagipula, ia melanjutkan, kalau pemerintah mau sabar dengan fokus ekspor lobster ketimbang benihnya, maka keuntungan yang didapat akan lebih besar. Sebab, ada nilai tambah dari produk yang dijual.

"Jadi ya Indonesia untung (ekspor benih lobster), tapi jangka pendek. Nilai jualnya kecil ketimbang kalau sudah jadi lobster. Ini juga mematikan industri hilir di dalam negeri. Rugi di masa depan, ya secara keseluruhan Indonesia rugi," terang Piter.

Senada, Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi menilai keuntungan yang diterima Indonesia dengan membuka lagi keran ekspor benih lobster hanya akan terasa dalam waktu singkat.

Indonesia, kata dia, akan rugi dalam jangka panjang. "Nilai ekspor meningkat, tapi harus dilihat peningkatan ekspor ini sejalan tidak dengan kualitas ekosistemnya," tutur Zenzi.

Ia menjelaskan benih lobster kerap menjadi makanan bagi 14 jenis ikan lain di laut. Jika seluruh benih lobster ditangkap dan diekspor, maka dampaknya akan buruk bagi populasi 14 jenis ikan lain.

"Kalau benih ditangkap, penurunan 14 ikan jenis lain akan terjadi. Ini akan memberi dampak langsung ke nelayan, karena tidak semua nelayan menangkap benih lobster," terang dia.

Zenzi bilang nelayan melaut sepanjang tahun untuk mencari ikan. Hal itu menjadi sumber pendapatan bagi nelayan.

Lalu, jika pemerintah hanya fokus pada benih lobster, maka populasi 14 jenis ikan lain akan punah dan nelayan kehilangan mata pencaharian dari belasan jenis ikan itu. Walhasil, pendapatan nelayan berpotensi berkurang, karena ekosistem di laut rusak.

"Jadi beban negara nantinya untuk menanggulangi atau pemulihan ekosistem dan semuanya jika populasi 14 jenis ikan lain punah itu lebih besar," jelas Zenzi.

Ia menyatakan salah satu ikan laut yang bergantung dengan benih lobster adalah ikan kerapu. Ia tak merinci berapa biaya pemulihan yang harus diantisipasi pemerintah jika populasi 14 jenis ikan lainnya itu benar-benar punah.

Hal yang pasti, pemerintah harus membenahi ekosistem di laut bila 14 jenis ikan itu punah. Lalu, pemerintah juga perlu memutar otak untuk menolong nelayan yang bergantung dengan populasi ikan yang punah akibat ekspor benih lobster.

"Kalau 14 jenis ikan lain punah, nelayan sengsara," imbuh Zenzi.

[Gambas:Video CNN]



Evaluasi Kebijakan Ekspor

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER