DPP Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah untuk menghentikan kebijakan ekspor benih lobster secara permanen. Pasalnya, benih lobster akan lebih baik jika dikembangkan untuk budidaya di dalam negeri.
Permintaan mereka sampaikan terkait pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan yang membuka peluang membuka kembali ekspor benih lobster setelah pemerintah mengevaluasi aturannya.
Ketua Harian DPP KNTI Dani Setiawan mengatakan penghentian penting demi masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masa depan laut ada di budidaya karena kondisi perikanan di laut semakin menipis dan berkurang karena eksploitasi dan perubahan iklim," tutur Dani kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/11).
Sejak awal, Dani bilang pihaknya terus mendorong pemerintah menciptakan aturan yang tetap mendorong budidaya meski ekspor benih lobster dibuka kembali. Namun, kenyataannya budidaya lobster masih minim meski izin ekspor sudah dibuka.
"Manfaatnya ini banyak budidaya, bukan hanya pada negara tapi juga membuat banyak orang khususnya pembudidaya sejahtera," terang Dani.
Ia menambahkan sebaiknya pemerintah mengevaluasi izin yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang mengekspor benih lobster. Mereka seharusnya mengikuti syarat dalam peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Salah syaratnya adalah bekerja sama dengan pembudidaya lobster. Dani bilang pemerintah harus mengecek lebih detail apa benar perusahaan-perusahaan itu bekerja sama dengan pembudidaya atau memalsukan dokumen agar mendapatkan izin dari pemerintah.
"Jangan dimanipulasi, seolah-olah mereka kerja sama, lalu dapat izin, ini keliru. Selama ini banyak perusahaan yang dapat izin tapi belum sungguh-sungguh menjalankan aturan yang ada di aturan KKP," jelas Dani.
Senada Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta Luhut tak buru-buru membuka wacana untuk kembali membuka ekspor benih lobster.
Sebab, evaluasi ekspor benih lobster baru dilakukan pasca penangkapan eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati mengatakan Luhut seharusnya mengevaluasi sampai tuntas terlebih dahulu sebelum mengeluarkan wacana mengenai kebijakan ekspor benih lobster. Masalahnya, aturan ini terbilang kompleks.
"Seharusnya Pak Luhut tidak membuka wacana seperti itu, ini baru satu minggu (Edhy ditangkap). Kerugian negara besar," ucap Susan kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/11).
Menurut Susan, tata kelola mengenai ekspor benih lobster masih berantakan. Oleh karena itu, bukan cuma evaluasi yang harus dilakukan pemerintah, tapi juga pembenahan secara keseluruhan.
"Masalahnya itu ada di tata kelola. Ini harus diperbaiki," imbuh dia.
Susan menyarankan Luhut mengajak berbagai lembaga dalam melakukan evaluasi kebijakan ekspor benih lobster. Beberapa lembaga yang dimaksud, seperti KPK, Ombudsman, Indonesia Corruption Watch (ICW), hingga pembudidaya lobster.
"Banyak yang peduli urus lobster. Berani tidak Pak Luhut ajak mereka terlibat," kata Susan.
Jika evaluasi dilakukan secara internal, artinya di KKP saja, maka hasilnya berpotensi tidak objektif. Maka itu, Susan mengingatkan pemerintah untuk mengajak beberapa lembaga independen untuk melihat untung dan rugi ekspor benih selama ini.
Dalam proses evaluasi ini, Susan meminta pemerintah mencabut Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Beleid itu terkait izin ekspor benih lobster.
"Cabut dulu aturannya. Tapi bukan berarti ekspor barang haram. Tergantung apa yang diekspor. Ini tapi dicabut dulu, jangan sampai jadi peluang korupsi," tegas Susan.
Sementara, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan benih lobster seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan domestik, bukan untuk kebutuhan ekspor. Hal ini agar Indonesia dapat mengembangkan budidaya lobster.
"Pusat kajian maritim untuk kemanusiaan sejak awal menghendaki KKP memprioritaskan pemanfaatan benur lobster untuk usaha pembesaran di dalam negeri, bukan diekspor," ucap Abdul.
Jika pemerintah mengutamakan benih lobster untuk kepentingan domestik, maka ada manfaat ekonomi yang bisa dinikmati dalam jangka panjang. Menurutnya, ada nilai strategis bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Penangkapan Edhy, kata Abdul, seharusnya bisa menjadi momentum untuk mengevaluasi KKP secara keseluruhan dalam menerbitkan kebijakan. Dengan demikian, KKP tak lagi mengabaikan peringatan dari lembaga lain, seperti hasil penelitian dari Komnas Pengkajian Sumber Daya Ikan pada 2017 lalu yang menyatakan stok lobster berada di zona kuning dan merah.
Sebelumnya, Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyatakan pemerintah membuka peluang untuk melanjutkan kebijakan ekspor benih lobster. Namun, hal ini akan melihat hasil dari evaluasi.
"Kebijakan mengenai lobster ini masih dievaluasi. Kemarin pesan Pak Menko (Luhut) kalau memang bagus tetap saja jalan, jangan takut kalau memang benar," ujar Jodi.
Ia mengatakan Luhut meminta semua tahapan dan prosedur ekspor benih diikuti. Asal, semua syarat diikuti misalnya budidaya, maka ekspor benih lobster tidak masalah.
"Selama eksekusinya tidak ada permainan korupsi atau kolusi ya. Tapi sekali lagi, kami tunggu saja hasil evaluasi," pungkas Jodi.
(agt)