Ngozi Okonjo-Iweala Resmi Pimpin WTO, Soroti Kerja Kolektif

CNN Indonesia
Selasa, 16 Feb 2021 01:02 WIB
Ekonom dari Nigeria, Ngozi Okonjo-Iweala, resmi memimpin WTO. (Foto: REUTERS/STAFF)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom dari Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala resmi jadi perempuan pertama sekaligus orang Afrika pertama yang jadi pemimpin Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.

Hal itu diputuskan dalam pertemuan dewan umum istimewa WTO yang digelar secara virtual, Senin (15/2). Mantan Menteri Keuangan Nigeria dan eks Bank Dunia ini akan menjabat Direktur Jenderal WTO mulai 1 Maret hingga 31 Agustus 2025.

"Anggota WTO baru saja setuju untuk menunjuk Dr. Ngozi Okonjo-Iweala sebagai Direktur Jenderal berikutnya," menurut pernyataan WTO dikutip dari AFP.

Dalam pemilihan pimpinan WTO itu, Menteri Perdagangan Korea Selatan Yoo Myung-hee sempat menjadi satu-satunya pesaing Okonjo-Iweala yang tersisa. Namun, dia menarik diri ketika melihat bahwa Presiden AS Joe Biden mendukung pencalonan Okonjo-Iweala.

Okonjo-Iweala, yang mendapat dukungan AS, Uni Eropa, dan Afrika, tidak berada di markas besar WTO di Jenewa untuk pertemuan untuk pemilihan itu. Namun, ia dijadwalkan untuk mengadakan konferensi pers online setelah kesimpulannya.

"WTO yang kuat sangat vital jika kita pulih sepenuhnya dan secepatnya dari kehancuran yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19," kata Okonjo-Iweala (66), dalam sebuah pernyataan.

"Saya berharap dapat bekerja dengan anggota untuk membentuk dan menerapkan respons kebijakan yang dibutuhkan untuk menjalankan kembali ekonomi global," lanjutnya.

Bagi perempuan yang pernah berkarier 25 tahun di Bank Dunia itu, kerjasama antar-negara anggota sangat penting untuk membangkitkan organisasi.

"Organisasi kami menghadapi banyak tantangan besar, tetapi bekerja bersama kami secara kolektif dapat membuat WTO lebih kuat, lebih gesit, dan lebih baik dalam beradaptasi dengan realitas saat ini."

Diketahui, WTO tidak memiliki pemimpin sejak diplomat karier asal Brasil Roberto Azevedo mengundurkan diri pada Agustus, atau setahun lebih cepat dari jadwal.

Proses pemilihan satu dari delapan kandidat untuk menggantikan Azevedo semula ditargetkan selesai pada November 2020. Namun, hal itu terhambat karena pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump memblokir konsensus untuk menunjuk Okonjo-Iweala.

Selain dihantam Covid-19, WTO sempat dibebani oleh isu perang dagang antara Amerika Serikat di masa Trump dengan China. Trump juga sempat menyetop sistem banding penyelesaian sengketa WTO pada akhir 2019.

Calon Reformis

Ia, yang menyebut dirinya sebagai kandidat reformis saat proses pemilihan, memperingatkan bahwa kadar proteksionisme dan nasionalisme perlu diturunkan demi membantu perekonomian dunia pulih.

Perempuan yang pernah dua kali menjabat Menteri Keuangan Nigeria (2003-2006 dan 2011-2015) ini juga mengatakan salah satu prioritasnya adalah melanjutkan pembicaraan perdagangan yang telah lama disetop soal subsidi perikanan dan menghidupkan kembali Badan Banding WTO.

Infografis Negara Berkembang dan Negara Maju Versi Bank Dunia dan Trump. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Okonjo-Iweala jga menepis klaim bahwa dia tidak memiliki pengalaman sebagai menteri perdagangan atau negosiator.

Ekonom pembangunan yang memiliki gelar dari Massachusetts Institute of Technology dan Harvard ini menggambarkan dirinya sebagai pejuang antikorupsi yang merajalela di Nigeria, sambil mengatakan bahwa ibunya sendiri bahkan diculik karena upayanya untuk mengatasi masalah tersebut.

Sejumlah pihak pun memuji kerja kerasnya serta representasinya sebagai perempuan di dunia ekonomi global.

"Dia tidak hanya disukai di Nigeria, dia dicintai, karena dia adalah simbol, dan orang-orang menembaki dia karena apa yang dia wakili sebagai wanita," kata Idayat Hassan dari lembaga Centre for Democracy and Development.

Namun, para pengkritiknya berpendapat dia seharusnya berbuat lebih banyak untuk mengatasi korupsi saat berkuasa.

"Okonjo-Iweala mungkin telah melakukan beberapa reformasi transparansi teknokratis di kementeriannya, tetapi faktanya hampir US$1miliar per bulan dari pendapatan minyak hilang ketika dia menjadi Menkeu," kata Sarah Chayes, penulis buku 'Thieves of State'.

(arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK