Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah pengusaha 'berteriak' menanggapi perpanjangan PPKM Level 4 hingga 9 Agustus 2021. Maklum saja, sudah sebulan beberapa usaha terpaksa mandek demi menekan angka penularan covid-19 yang tak kunjung membuahkan hasil memuaskan.
Salah satu bisnis yang tutup selama PPKM level 4 adalah pusat perbelanjaan atau mal. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja menyebut penutupan mal berkepanjangan berpotensi membuat para penyewa toko alias (tenant) tutup secara permanen.
Kondisi ini bisa memicu tambahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan pusat perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Dampak) perpanjangan kembali PPKM berdasarkan level semakin mengkhawatirkan. Penutupan usaha yang berkepanjangan akan mengakibatkan kembali banyak PHK dan memulai terjadinya penutupan usaha para penyewa secara permanen," katanya.
Kiranya, benang merah keluhan para pengusaha tersebut adalah perpanjangan PPKM level 4 berdampak secara signifikan pada bisnisnya.
Ketua DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Pemberdayaan Daerah Adi Mahfudz WH menggambarkan dampak perpanjangan PPKM level 4 ini dengan kata sangat luar biasa.
Dampaknya menjadi sangat luar biasa karena kelanjutan PPKM level 4 mengancam arus kas (cash flow) para pengusaha yang merupakan nadi dari sebuah bisnis.
"Tentu pertama masalah cash flow, itu dampaknya sangat luar biasa karena cash flow itu urat nadi. Cash flow ini tidak bisa bergerak kalau perusahaannya tidak gerak, itu yang sangat utama," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/8).
Selama PPKM level 4 pemerintah menutup sementara kegiatan pada mal dan pusat perdagangan. Kecuali, akses untuk pegawai toko yang melayani penjualan online dengan maksimal tiga orang di setiap toko, restoran, supermarket, dan pasar swalayan.
Dengan demikian, pengusaha pada sektor tersebut praktis tidak mengantongi pemasukan sama sekali. Ini belum termasuk usaha dari skala besar hingga mikro, yang juga lesu akibat pembatasan mobilitas masyarakat seperti sektor transportasi, restoran, hingga Pedagang Kaki Lima (PKL).
Adi menuturkan melemahnya arus kas tersebut memicu dampak lanjutan dari sisi tenaga kerja hingga berujung pada keberlangsungan bisnis. Pasalnya, beban pengusaha tidak saja menyangkut dampak PPKM level 4, namun akumulasi dari beban selama pandemi covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari setahun.
"Pandemi sudah berlangsung 1,5 tahun, kalau PPKM terus diperpanjang itu tentu sangat mengganggu proses operasional kami untuk berusaha," ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menambahkan kelanjutan PPKM level 4 berpeluang menekan omzet bisnis. Jika omzet terus berkurang, maka pengusaha dipastikan akan melakukan kalkulasi ulang terhadap strategi bisnisnya.
"Misalnya, apakah mereka akan melakukan efisiensi dalam banyak hal, baik produk yang dijual, kemudian biaya tenaga kerja, kantor cabang dan sebagainya," ujarnya.
Alhasil, efisiensi itu menimbulkan ancaman bertambahnya PHK karyawan. Hal ini tidak bisa dihindari pengusaha saat omzet dan arus kas semakin menipis.
"Termasuk, kalau PPKM diperpanjang maka kemungkinan PHK mulai terjadi dan ini sudah terjadi, mungkin pada karyawan yang sifatnya karyawan tidak tetap, mungkin sudah mulai banyak perusahaan yang melakukan pemutusan," ujarnya.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan PHK selama perpanjangan PPKM level 4 akan memicu gelombang pengangguran di Indonesia.
Namun, pelonggaran PPKM pun tidak menjamin PHK maupun jumlah pengangguran berkurang, jika tidak dibarengi dengan percepatan pemulihan ekonomi.
"Bahkan, sesudah masa PPKM dilonggarkan ke level 2 atau 3, kita tidak bisa anggap langsung aktivitas ekonomi akan gerak. Nah, atas dasar itu kami melihat setelah PPKM dilonggarkan potensi tambahan PHK masih kembali terjadi kalau proses transisi pemulihan tidak jalan cepat," paparnya.
Perpanjangan PPKM diperlukan untuk menekan penyebaran covid-19 namun sektor ekonomi diprediksi rugi ratusan triliun. Cek penjelasannya pada halaman berikut.
Atas asumsi itu, ia memprediksi jumlah pengangguran di Indonesia bertambah menjadi 9,9 juta sampai 10,2 juta orang pada Agustus 2021. Sementara, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di level 7 persen. Proyeksi ini bertambah dari posisi Februari 2021 yakni sebanyak 8,75 juta penganggruan dengan TPT 6,26 persen.
"Kalau kami proyeksi, angka pengangguran mengalami peningkatan menjadi sekitar 7 persen (TPT), artinya dia lebih tinggi dari tingkat penganguran Februari," katanya.
Namun, ia mengaku tidak mengantongi prediksi angka PHK akibat perpanjangan PPKM. Hanya saja, ia memberikan prediksi tiga sektor yang mengalami PHK terbanyak akibat pengetatan pembatasan ini, meliputi ritel, makanan dan minuman, dan transportasi.
Alasannya, tiga sektor tersebut yang mengalami pukulan terbesar akibat perpanjangan PPKM level 4. "Kalau saya katakan itu tiga sektor yang besar kemungkinan sumbang PHK terbesar, dari ritel, makanan dan minuman, serta transportasi," ujarnya.
Rugi Ratusan Triliun
Akumulasi kondisi di atas, kata Tauhid, berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Dalam skema terburuk PPKM level 4 berlangsung selama dua bulan hingga akhir Agustus, ia memperkirakan kerugian ekonomi mencapai ratusan triliun.
Menguapnya nilai ekonomi itu merupakan dampak dari berkurangnya aktivitas perekonomian selama PPKM level 4 di sejumlah wilayah.
"Kalau dua bulan (PPKM level 4) rasanya bisa ratusan triliun kerugian ekonominya, kalau dua bulan," ujarnya.
Ia mengaku belum mengantongi proyeksi angka kerugian ekonomi akibat perpanjangan PPKM level 4. Pasalnya, potensi ini dihitung berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada kuartal II 2021 dan pertumbuhan ekonomi yang baru akan diumumkan pekan ini oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebagai gambaran, Tauhid menjelaskan apabila pertumbuhan ekonomi pada level normal 5 persen, maka potensi kenaikan nilai ekonomi mencapai Rp200 triliun per kuartal. Perhitungannya, PDB atas dasar harga berlaku sebesar Rp16 ribu triliun dalam satu tahun, dibagi dalam empat kuartal, atau Rp4.000 triliun per kuartal.
Selanjutnya, jika pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen, dari Rp4.000 triliun PDB atas dasar harga berlaku, maka ada tambahan nilai ekonomi setara dengan Rp200 triliun. Sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi mengalami koreksi maka terjadi penurunan nilai ekonomi.
"Untuk (pertumbuhan ekonomi) kuartal III baru akan kami respons pada Kamis (5/8) karena baru menunggu pengumuman dari BPS, tapi akan jauh lebih rendah dari pekiraan pemerintah," katanya.
Meski berdampak buruk terhadap perekonomian, namun Tauhid mengaku mendukung perpanjangan PPKM darurat ini. Pasalnya, jumlah kasus covid-19 masih tinggi, sehingga penanganan dari sisi kesehatan harus diprioritaskan.
"Jangan sampai kasus tinggi, orang disuruh beraktivas, ini tidak akan optimal. Meskipun ekonomi gerak tapi konsumis golongan menengah atas akan berkurang, karena kelas menengah atas ini sangat sensitif terhadap kasus," katanya.
Terlepas dari itu, ia menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang perlu dievalausi, salah satunya rendahnya pelacakan (tracing) kontak erat pasien covid-19.
"Lalu, banyak banyak kasus yang tidak terdeteksi, jadi banyak masyarakat tidak melapor dengan asumsi kena covid-19, lalu melakukan isolasi mandiri tapi tidak terdeteksi sebagai kasus, itu banyak terjadi di pedesaan dan wilayah padat penduduk," ujarnya.
Senada, Yusuf juga menilai kapasitas tracing dan testing yang dilakukan pemerintah masih rendah, sehingga lonjakan kasus covid-19 belum bisa konsisten ditekan. Karenanya, ia menilai implementasi PPKM level 4 ini belum optimal dan perlu diperbaiki.
"Positivy rate masih tinggi, okupansi RS masih tinggi masih di atas ambang batas WHO. Dua indikator ini yang sederhana, artinya pemerintah perlu lanjutkan PPKM level 4 karena melihat kondisi yang belum memungkinkan untuk dilonggarkan," katanya.
Selain itu, penyaluran bantuan sosial (bansos) dari dana Pemulihan Eknomi Nasional (PEN) pada warga terdampak juga kurang maksimal. Hal ini memaksa masyarakat dengan pendapatan harian tetap keluar rumah untuk mencari pendapatan lantaran belum ada bantalan dari pemerintah.
"Bersarkan data Juli kemarin, hanya tiga provinsi yang realisasi PEN sudah melebihi 50 persen, yang lainnya masih kurang dari 50 persen," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]