Jakarta, CNN Indonesia --
Pandemi covid-19 telah meluluhlantakkan hampir seluruh sektor usaha, termasuk properti. Saat virus itu pertama kali merebak di Indonesia pada Maret 2020 lalu, penjualan properti bahkan hampir nihil.
Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan rata-rata omzet pengembang properti hampir nol rupiah pada Maret 2020 hingga April 2020.
"Kan dulu Maret dan April 2020 market kaget semua," ungkap Totok kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beruntung, penjualan kembali merangkak pada Juni 2020. Meski begitu, total penjualan properti sepanjang 2020 tetap turun jika dibandingkan dengan 2019 lalu.
Menurut Totok, total omzet pengembang properti bisa mencapai Rp1.000 triliun dalam satu tahun. Namun, itu hanya terjadi pada masa keemasan.
"2012 dan 2013 itu kan harga komoditas naik, sehingga properti naik luar biasa, Rp1.000 triliun itu 2012-2013," terang Totok.
Namun, total omzet pengembang properti di masa normal biasanya sebesar Rp100 triliun. Saat ini, Totok menyebut total omzet pengembang properti belum kembali ke angka Rp100 triliun, bahkan masih di bawah Rp80 triliun.
Meski begitu, Totok masih optimistis penjualan properti naik 20 persen sepanjang 2021 jika dibandingkan dengan 2020. Namun, angkanya masih akan di bawah realisasi pada 2019.
Properti yang dimaksud adalah gabungan dari mulai apartemen hingga perumahan. Ia mengaku tak memiliki data atau proyeksi penjualan khusus perumahan.
Beberapa sentimen yang akan mendorong penjualan properti termasuk perumahan hingga akhir 2021, antara lain uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) nol persen dan insentif bebas pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah tapak serta unit hunian rumah susun (rusun) 'ready stock' dengan harga maksimal Rp2 miliar.
Namun, Dua insentif itu hanya berlaku sampai Desember 2021. Oleh karena itu, Totok meminta kepada BI dan pemerintah untuk memperpanjang masa pemberian insentif hingga akhir 2022.
"Sekarang penjualan sudah on the track, kalau penyegar, sentimen ini tidak dilanjutkan, nanti penjualan stagnan," terang Totok.
Ia menjelaskan pengembang butuh waktu setidaknya 8 bulan untuk membangun rumah dengan ukuran sedang. Jika masa waktu insentif diperpanjang, maka pengembang punya waktu lebih banyak untuk membangun unit rumah, sehingga dapat dipasarkan sampai akhir tahun depan.
[Gambas:Video CNN]
Senada, Director Cushman & Wakefield Arief Rahardjo mengatakan prospek penjualan rumah hingga beberapa tahun ke depan cukup bagus. Hal ini karena masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah.
Menurut Arief, pasar terbesar perumahan adalah kelas menengah dan menengah bawah. Untuk harganya di bawah Rp1,5 miliar.
"Kebutuhan rumah bukan hanya yang baru menikah untuk membeli rumah pertama, tetapi juga keluarga yang ingin membeli rumah yang lebih besar karena jumlah anggota keluarga bertambah," papar Arief.
Situasi ini, sambung Arief, khususnya untuk perumahan non subsidi yang berada di area Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek).
Namun, Arif tak menyebut rinci berapa proyeksi pertumbuhan penjualan rumah tahun ini. Ia berharap pemerintah memperpanjang insentif PPN agar penjualan rumah tetap masif sampai tahun depan.
"Harapannya insentif misalnya PPN bisa diperpanjang untuk mendukung penjualan stok unit yang bisa di-handover akhir tahun" ujar Arief.
Sependapat dengan Arief, Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus menilai prospek penjualan rumah akan cerah meski pandemi covid-19 masih merebak di Indonesia. Pasalnya, rata-rata kebutuhan hunian mencapai 100-200 ribu unit per tahun.
"Dari permintaan itu tidak semua bisa terpenuhi. Dalam hitungan kami maksimal pasokan hanya 50 ribu hunian, jadi permintaan untuk hunian tetap ada," kata Anton.
Namun, bukan berarti sektor properti tidak butuh insentif. Ia menyebut pertumbuhan penjualan rumah tetap akan bergantung pada kebijakan pemerintah dan bank sentral.
Anton mengatakan daya beli masyarakat masih lemah di tengah pandemi covid-19. Untuk itu, ia mengusulkan agar seluruh insentif sektor properti diperpanjang hingga pandemi berakhir.
Selain itu, pemerintah harus berupaya keras menyelesaikan masalah pandemi covid-19. Jika pandemi berakhir, maka kegiatan ekonomi bisa kembali pulih seperti semula.
Dengan demikian, daya beli masyarakat kembali meningkat. Penjualan properti pun akan terkena imbas positif.
"Jadi diperlukan ekonomi yang stabil, regulasi yang mendukung, baik untuk pengembang dan konsumen," terang Anton.
Pengembang, kata Anton, juga harus bijaksana dalam menentukan harga jual. Jangan sampai, pengembang seenaknya menaikkan harga ke konsumen.
"Jangan sedikit-sedikit menaikkan harga. Ya kalau menaikkan harga, ada perhitungan lah supaya semua bisa beli rumah. Kalau semua beli rumah kan yang untung pengembang juga," tutup Anton.