6. Batavia Air
Maskapai ini sejatinya telah mendapat izin penerbangan pada 1999, namun baru beroperasi secara komersial pada 2002. Batavia memiliki 34 armada dengan 48 destinasi, baik dalam maupun luar negeri.
Namun pada 2010, penerbangan Batavia Air menuju Eropa harus dihentikan sebab dilarang mengudara oleh otoritas penerbangan Uni Eropa. Maskapai ini harus ditutup pada 2013 setelah memiliki utang gagal bayar lebih dari US$4,68 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
7. Sempati Airlines
Maskapai ini dimiliki oleh Presiden kedua RI Soeharto dan melayani penerbangan internasional, seperti Singapura dan Kuala Lumpur. Nama Sempati dipilih dari mitologi Hindu yang berarti Sembilan Panglima Tinggi.
Kejatuhan Soeharto pada 1998, membuat maskapai ini ikut terseret dan menghantam krisis moneter.
Lihat Juga : |
8. Jatayu Airlines
Maskapai ini mampu melayani penerbangan internasional, walau jumlah armada yang dimiliki hanya tiga buah. Jatayu didirikan pada 2000 dan melayani sejumlah rute dalam negeri.
Jatayu berbasis di Bandara Soekarno-Hatta dan melayani penerbangan domestik menuju Aceh, Batam, Medan, Palembang, Pangkal Pinang, hingga Pekanbaru.
Maskapai ini ditutup setelah masalah keuangan menjerat dan resmi dicabut izin penerbangannya pada 2007.
9. Linus Airways
Lintas Nusantara (Linus) Airways didirikan pada 2004 dan mulai beroperasi empat tahun kemudian. Namun, kasus korupsi hingga masalah keuangan menyebabkan maskapai ini ditutup.
Selain itu, kepercayaan publik menurun setelah Linus mengalami beberapa kecelakaan dan dilarang mengudara oleh Uni Eropa.
10. Star Air
Star Air merupakan perusahaan swasta yang didirikan pada 2000. Maskapai ini jadi salah satu yang berdiri setelah pemerintah mengatur deregulasi penerbangan dalam negeri.
Tetapi, aktivitas penerbangan Star Air terpaksa harus ditutup setelah pemerintah mencabut izinnya delapan tahun kemudian.
11. Awair Air
Perusahaan ini merupakan rintisan maskapai penerbangan AirAsia Indonesia. Sebelumnya Awair Air didirikan oleh Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gusdur.
Pada 2005, AirAsia membeli saham Awair sebesar 49 persen dan sisanya dimiliki oleh Fersindo Nusaperkasa. Tidak seperti maskapai lain, Awair yang berubah menjadi AirAsia justru masuk ke dalam maskapai kategori 1 oleh otoritas penerbangan Indonesia.