Indonesia kembali merayakan kemerdekaannya ke-77 pada hari ini (17/8). Meski sudah merdeka, negara ini rupanya masih dibayangi oleh ancaman kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pertalite.
Risiko kenaikan harga ini dipicu oleh stok BBM subsidi yang mulai jebol.
Data PT Pertamina (Persero) menyebutkan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite telah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl) hingga Juli 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, kuota pertalite hingga akhir 2022 hanya tersisa 6,25 juta kl dari total kuota yang ditetapkan tahun ini sebanyak 23,05 juta kl.
Kemudian, penyaluran BBM subsidi jenis solar juga telah mencapai 9,9 juta kl hingga Juli 2022. Sehingga sisa kuota solar hingga akhir tahun hanya tersisa 5,2 juta kl dari total kuota 15,1 kl.
Lonjakan penyaluran pertalite dan solar subsidi tersebut menjadi keluhan pada petinggi negeri ini.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan konsumsi BBM bersubsidi perlu dibatasi jika tidak ingin habis sebelum akhir tahun.
Apalagi, sejak penyesuaian harga pertamax, tren konsumsi BBM subsidi melonjak karena banyak masyarakat yang beralih ke pertalite.
"Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi solar habis di Oktober atau November. (Pertalite) juga, jika tidak dilakukan pengendalian maka kita prognosa di akhir 2022 kuota kita akan di atas realisasi," kata Saleh beberapa waktu lalu.
Secara terpisah, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan kemungkinan kenaikan harga pertalite kian terbuka mengingat harga minyak dunia sekarang ini cukup tinggi.
Per Selasa (16/8) kemarin saja misalnya, harga minyak mentah jenis Brent mencapai US$94,30 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) US$88,60 per barel. Harga minyak dunia berfluktuasi, beberapa waktu belakangan harganya melebihi US$100 per barel.
Bahlil menyebut harga minyak mentah saat ini jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$63 hingga US$70 per barel.
"Sekarang harga minyak dunia rata-rata dari Januari sampai Juli US$105 per barel. Hari ini kalau US$100 per barel subsidi kita itu bisa mencapai Rp500 triliun. Tetapi kalau harga minyak per barel di US$105 kemudian dengan asumsi kurs dolar APBN rata-rata Rp14.750 dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta maka terjadi penambahan subsidi," katanya.
Bahlil mengatakan pemerintah masih menghitung semua kemungkinan terkait jebolnya kuota subsidi BBM itu. Hasil perhitungan sementara menunjukkan, anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mencapai Rp500 triliun sampai dengan Rp600 triliun. Menurutnya ini akan menjadi masalah karena besaran subsidi tersebut mencapai 25 persen dari APBN.
"Jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat rasa-rasanya sih untuk menahan terus harga BBM seperti sekarang, feeling saya (tidak kuat). Ini tidak sehat. Mohon pengertian baiknya. (Jadi) harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," katanya.