Obat Dapat Kurangi Risiko Cedera Kecelakaan Anak ADHD

Windratie | CNN Indonesia
Jumat, 07 Agu 2015 12:34 WIB
Masing-masing kasus ADHD adalah unik dan perlu analisis risiko sebelum memutuskan pengobatan.
banyak anak dengan ADHD yang juga bisa berhasil di sekolah tanpa obat seandainya saja guru dan orang tua menyadari masalah tersebut, dan mengatasi dengan pemenuhan kebutuhan yang sesuai. (CNN Indonesia internet/ Pixabay/Pezibear)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anak-anak dengan gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas yang tidak menjalani pengobatan cenderung mengalami kecelakaan yang membuat mereka harus masuk ke ruang gawat darurat, menurut sebuah penelitian.

“Selain untuk mengurangi cedera akibat kecelakaan, pengobatan juga membuat anak ADHD lebih baik di sekolah,” kata James Leckman, profesor dan psikiater anak di Yale School of Medicine di New Haven, Connecticut, seperti dilansir dari Reuters.

Namun, Leckman menambahkan, banyak anak dengan ADHD yang juga bisa berhasil di sekolah tanpa obat seandainya saja guru dan orang tua menyadari masalah tersebut, dan mengatasi dengan pemenuhan kebutuhan yang sesuai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Obat ADHD bisa memiliki efek samping yang tidak diinginkan, misalnya kesulitan tidur, anoreksia, penurunan berat badan, tingkat pertumbuhan berkurang, dan sakit kepala. Jadi, Leckman menyarankan, keputusan pengobatan ADHD dengan obat-obatan perlu menjadi keputusan bersama oleh keluarga dan juga dokter.

Leckman dan rekan penelitinya menggunakan data lebih dari 700 ribu pendaftar kesehatan nasional Denmark. Mereka mencatat laporan-laporan, dari cedera, kunjungan ke gawat darurat, serta resep obat.

Para peneliti menyertakan semua anak yang lahir di Denmark pada kurun 1990 dan 1999, termasuk sekitar 4.557 anak yang terdiagnosis ADHD antara usia lima dan sepuluh tahun, lalu mengikuti status kesehatan mereka sampai akhir 2010, seperti yang dilaporkan dalam jurnal The Lancet Psychiatry.

Dari anak-anak yang didiagnosis dengan ADHD, sekitar seperempatnya diobati dengan resep ADHD, yang kebanyakan adalah stimulan methylphenidate (Ritalin), untuk setidaknya enam bulan.

Para peneliti memeriksa tingkat cedera pada tiga titik waktu. Yakni, ketika anak-anak berusia 5, 10, dan 12 tahun. Untuk keseluruhan anak, tingkat cedera rata-rata adalah 11 persen, 13 persen, dan 16 persen pada usia tersebut.

Sementara, anak-anak dengan ADHD, hampir 20 persen mengalami cedera pada usia 5, 16 persen pada usia 10, dan 18 persen pada usia 12.

Anak-anak dengan ADHD yang minum obat memiliki risiko cedera lebih rendah, yang turun dari 9 persen jadi 14 persen dari usia lima sampai 10 tahun. Sebagai perbandingan, anak ADHD yang tidak minum obat punya risiko sebesar 17 persen pada kedua usia tersebut.

Itu penurunan risiko yang penting, kata Leckman. Masing-masing kasus ADHD adalah unik dan perlu analisis risiko sebelum memutuskan pengobatan, katanya. “Anak-anak banyak bergerak, dan anak dengan ADHD bisa lalai dan tidak fokus serta impulsif dengan kurangnya kontrol.”

Orang tua dapat mencegah cedera dengan mengantisipasi saat terjadinya risiko terbesar. Misalnya, ketika anak menjadi subjek tekanan teman sebaya, saat tanpa pengawasan orang dewasa, katanya.

Namun, Jeffrey Newcorn dari Sekolah Kedokteran Mount Sinai di New York mengatakan bahwa karena ini merupakan penelitian observasional, kita tidak bisa selalu mengatakan obat yang menyebabkan cedera berkurang.

Bahkan jika itu benar, terapi non-obat mungkin telah mengurangi cedera yang tidak disengaja itu juga, ujarnya. “Jadi, tidak ada yang dapat menyimpulkan bahwa lebih banyak anak dengan ADHD yang harus minum obat.”

(win/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER