Singapura, CNN Indonesia -- Mungkin nama Nancy Silverton belum terlalu terkenal di Indonesia. Namun, sebenarnya nama dia sudah populer di dunia kuliner. Nancy adalah pemilik restoran terkenal Pizzeria dan Osteria Mozza di Singapura.
Bukan cuma itu, dia juga memiliki tiga restoran di Los Angeles, Chi Spacca dan Mozza2Go dan tiga restoran di Newport Beach, California. Pizzeria dan Osteria Mozza adalah restoran hasil kolaborasinya dengan Mario Batali dan Joe Bastianich -- chef sekaligus mantan juri MasterChef Amerika.
"Saya juga masih akan membantu Mario dan Joe untuk buka restoran ini di Italia," kata Nancy Silverston di Epicurean Market, Singapura, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal mula karierTak pernah terlintas di benak Nancy kalau dia akan jadi seorang chef. Ibunya memang suka memasak, namun tidak demikian dengan dia. "Ibu suka memasak, tapi saya enggak pernah masak."
Ingatannya mulai melayang, dia mulai bercerita awal pertama kali dia sadar bahwa memasak adalah sesuatu yang diinginkannya. "Tahun 1974, saya memasak di dapur asrama. Bukan karena saya suka masak. Tapi karena ada satu pria tampan di dapur."
"Setelah beberapa kali memasak di dapur, seperti ada bohlam yang nyala di atas kepala saya. Saya jadi sadar kalau inilah yang ingin saya lakukan seumur hidup."
Kala itu, Nancy hanya memasak hidangan vegetarian. Saat itu, dia tak bilang kalau masakannya punya rasa yang enak, rasa masakannya dianggap biasa saja. Tapi dia menikmati setiap prosesnya.
Usai menyadari bahwa mimpinya adalah menjadi seorang chef, Nancy memutuskan untuk mengambil pendidikan formal di bidang kuliner. Dia bersekolah di Le Cordon Bleu di London.
"Setelah selesai saya kembali ke LA dan bekerja kepada Jimmy Brinkeley di Michael’s," ucapnya.
Di restoran ini dia berharap untuk bisa bekerja di
hot kitchen. Hanya saja, belum ada posisi lowong di bagian ini. "Chef bilang hanya ada posisi sebagai
asisten pastry chef. "Sayang sekali kalau tidak diambil dan ternyata saya sangat
enjoy."
Saat kembali ke Los Angeles tahun 1981, dia bekerja bersama dengan chef legendaris, Wolfgang Puck. "Saat itu, saya bekerja sebagai
pastry chef pertama di sana. Tapi saat itu dia belum jadi seperti Wolfgang Puck yang sekarang," kata dia.
"Dia hanya seperti seorang chef yang kebingungan dan ada di luar teritorinya. Tapi kami bekerja bersama dan akhirnya restoran dia bisa berkembang seperti sekarang."
Oleh karenanya, Nancy mengaku kalau dia tidak melihat Puck seperti cara orang-orang memandang chef legendaris ini. Ini tak berarti kalau Nancy tak menghormatinya. "Karena kami berkembang bersama ya seperti teman biasa saja. Saya pikir dia (Puck) juga berpikir kalau saya adalah bagian dari kesuksesannya."
Perjuangan Nancy tak berhenti sampai di situ. Tahun 1986 dia menulis sebuah buku berjudul
Desserts. Dia juga membuka sebuah bakery bernama La Brea Bakery.
Lewat bakery ini, namanya mulai berkembang. Dia memanggang roti setiap malam dan mempersiapkan berbagai makanan penutup serta berbagai jenis pastry. Kerja kerasnya terbayar. Dia mendapatkan penghargaan James Beard Awards sebagai Outstanding Pastry Chef di tahun 1991. Penghargaan serupa, James Beard Awards sebagai Outstanding Chef Award kembali diraihnya di tahun 2014.
"Ini sangat menyenangkan, karena dipilih dan dikenal banyak orang. Ini adalah satu momen bahagia saya berada di atas panggung," katanya.
Hanya saja, mendapat penghargaan tak lantas membuat dia jadi puas diri. "Penghargaan ini tak berarti saya yang terbaik."
Pengalamannya ini membuat dia membuat buku keduanya, Nancy Silverton's
Bread from the La Brea Bakery: Recipes for the Connoisseur.Nancy masih terus berkarya. Di tahun 1998, dia bahkan dijuluki sebagai
Godmother of grilled cheese sandwich karena kreasinya
grilled cheese night di restoran yang dibangunnya bersama suaminya, chef Mark Peel, Campanile. Sayang, ia dan Peel berpisah di tahun 2007.
Di tahun itu juga, Nancy memperluas jaringan kerjanya dengan kolaborasi bersama chef Mario Batali dan Joe Bastianich. Mereka membangun Pizzeria Mozza dan Osteria Mozza. Kedua restoran ini merupakan restoran Italia yang memiliki signature dish berupa pizza aneka topping dan juga makanan khas Italia lainnya.
 Suasana di restoran Osteria Mozza di Singapura (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Di restoran inilah, Nancy memegang kendali di
hot kitchen. Dia mengawasi dan mengajarkan berbagai resep dan teknik memasak kepada para koki yang bekerja bersamanya.
Sebagai seorang chef perempuan, Nancy Silverton mengatakan kalau dia punya gayanya sendiri ketika mengatur laju jalannya ritme kerja di dapur. Gaya kepemimpinannya di dapur tak galak seperti gaya Gordon Ramsay yang gemar berteriak dan mengumpat.
"Untuk diketahui, Gordon tidak galak, dia orang yang baik," kata Nancy membela rekannya itu.
Sedangkan Nancy, dia mengaku sebagai seorang pemimpin dapur yang lebih mengayomi. "Daripada saya berteriak,'Kamu tahu itu salah jadi jangan ulangi lagi,' Saya lebih suka mengatakan,'Saya pikir akan jadi lebih bagus kalau tidak seperti itu'."
Setiap negara punya cita rasa makanannya sendiri. Namun di antara semua negara, ternyata makanan yang paling menginspirasinya adalah makanan Italia.
"Ini sebabnya saya pilih makanan Italia sebagai dasar restoran saya. Setelah Italia, saya suka makanan Mediterania."
Nancy sendiri mengaku bahwa dia tidak terlalu terinspirasi dengan makanan Asia, termasuk Indonesia. "Bukan tak suka, tapi saya enggak ngerti dengan makanannya. Setelah makan saya tidak bisa tahu spice dan seasoning-nya. Tidak seperti Italia yang sekali makan bisa langsung tahu bumbunya," ucap dia.
Menjalani karier sebagai pastry chef dan chef di hot kitchen, membuat dia bisa membandingkan kedua teknik memasak dari dua jenis masakan yang berbeda ini.
"Buat saya yang paling menantang adalah membuat roti. Tidak seperti teknik membuat makanan lainnya, bikin roti membutuhkan intuisi. Selain itu, Anda bekerja dengan mahluk hidup. Jadi tidak bisa sembarangan."
Sampai saat ini, Nancy sudah 21 tahun meniti karier sebagai chef. Meski demikian, dia masih memegang teguh prinsip memasaknya. Dia menghadirkan makanan yang 'murni'.
Nancy mengungkapkan bahwa dia adalah salah satu chef yang tak menyukai konsep makanan fushion.
"Saya tidak terlalu suka dengan konsep fushion. Saya lebih suka rasa yang pure dari masing-masing makanan," katanya menjelaskan.
"Bukan berarti tak suka sama sekali. Tapi saya lebih suka dan pilih yang rasa murni saja, karena rasanya lebih fokus."
Kesederhanaan pilihan rasa makanan yang dibuatnya pun juga tercermin dari kesederhaan penataan makanan di piring saji. Nancy mengatakan kalau dia lebih suka menata makanannya sesederhana mungkin. Nancy lebih suka yang organik, dalam artian lebih alami. "Not messy."
Meskipun itu, tak tercermin dari gaya busananya. Sebagai chef, Nancy adalah salah satu chef perempuan yang terlihat fasionable. Dia gemar memadukan berbagai macam warna dalam busana yang dipakainya.
"Iya, gaya saya menata makanan dengan gaya busana itu berbeda jauh," katanya sambil tertawa.
Pesan untuk chef muda
Malang melintang di dunia kuliner, membuat dia banyak membuatnya menelan asam garam dunia. Dia pun memberi banyak masukan untuk anak-anak muda yang ingin menjajaki profesi chef.
"Temukan dapur yang membuat kamu ingin makan, bukan hanya karena ingin kerja. Setelah menemukannya, be passion dan belajar," ujar chef yang tak bisa hidup tanpa garam, olive oil dan roti ini.
"Sayangnya, sekarang ini masih banyak orang yang ingin jadi cook, tapi memandangnya terlalu jauh dan buru-buru mau masuk televisi."