Jatuh Bangun ODHA dan Mimpi Memiliki Keturunan

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 01 Des 2016 17:36 WIB
Sekalipun kasus HIV/AIDS dianggap 'mimpi buruk' oleh sebagian masyarakat, toh tidak menyurutkan semangat ODHA untuk memiliki keturunan.
Sekalipun kasus HIV/AIDS dianggap 'mimpi buruk' oleh sebagian masyarakat, toh tidak menyurutkan semangat ODHA untuk memiliki keturunan. (GGOMANG/Pixabay)
Saat mengantarkan suami ke rumah sakit, suatu malam pada 2009, Ayu dihadapkan fakta mengejutkan: pria yang selama ini menjadi pendamping hidupnya ternyata mengidap AIDS.

Suami Ayu memang menderita sakit parah, pneumonia, meningitis dan hepatitis. Ia jatuh sakit sejak 2008 dan kondisinya terus memburuk hingga di usia 27 saat itu, bobotnya menyusut, tersisa 37 kilogram.

Sebelumnya, Ayu sudah mengetahui latar belakang sang suami yang pengguna napza suntik sejak 1999 hingga 2004. Namun Ayu sama sekali tidak tahu bahaya penggunaan jarum suntik bergantian, apalagi HIV/AIDS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada 2009, [situasinya] tidak seperti saat ini. Informasi HIV masih susah dicari dan didapat. Ke mana harus pergi? Risiko HIV saja sama sekali saya tidak tahu," kata perempuan yang mengaku bersih dari riwayat narkotika.
.
Ketika kondisi sang suami makin parah, Ayu pun harus tergopoh-gopoh membawanya dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain di Jakarta. Saat itu, dokter belum tahu detail penyebab sakit yang diderita sang suami.

Hingga suatu kali, sebuah rumah sakit meminta Ayu dan suami untuk cek HIV. Dan saat itu pula, ia mengetahui dirinya dan suami sudah terinfeksi. Namun sang suami termasuk parah: sudah masuk fase AIDS.

Setelah sekian lama dibayangi beragam pertanyaan terkait sakit sang suami, akhirnya Ayu beroleh jawaban: HIV/AIDS. Namun, kondisi yang kadung parah membuat suami Ayu hanya bertahan beberapa hari.

Setelah teka-teki HIV terjawab, suami Ayu mengembuskan napas terakhir pada 2009.

"Reaksi saya sudah pasti kaget. Sebelum suami sakit, sudah pernah ada yang memberi tahu saya untuk cek karena ia tahu latar belakang suami, namun saya mengingkarinya. Saya pikir, HIV itu terkait masalah moral dan buruk," kata Ayu.

"Saya sedih dan malu, kenapa tidak mendengar waktu itu? Saya merasa sombong, sebagai istri akan baik-baik saja. Seribu satu pertanyaan akhirnya ini akan seperti apa. Saya kehilangan arah, saya mirip zombie kala itu."

Dukungan orang tua membuat Ayu bangkit, pada 2010. Ia pun mulai mengikuti berbagai aktivitas sosial termasuk bekerja. Namun cobaan lain harus dihadapi Ayu. Ia mendapat perlakuan diskriminatif di tempat bekerja sebagai guru musik.

Begitu mendengar kabar tentang suaminya, pihak sekolah musik meminta Ayu mengundurkan diri demi keamanan murid-murid. "Rasanya ingin lempar piano. Tapi saya pasrah dan tenang-tenang saja. Itu diskriminasi yang pertama," kata Ayu.

Perlakukan diskriminatif juga diperlihatkan oleh keluarga besar dan teman-teman. Ayu pun belajar membiasakan diri bila tak digubris saat kumpul keluarga besar. Teman-temannya pun satu per satu menjaga jarak.

Namun bukan kecil hati, ia bertekad membuktikan diri dapat menjadi orang lebih baik.

"Selama tujuh tahun saya HIV positif, saya berubah. Mulai dari fase jatuh, menerima kondisi diri, move on, dan kini semuanya welcome. Saya melihat diri saya positif sehingga orang lain akan melihatnya positif pula," kata Ayu.


Hidup dan Harapan Baru

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER