07.00 - Terkagum dengan Pantai Teluk HijauKisma mengatakan kepada saya kalau selama perjalanan ke Pantai Teluk Hijau saya bisa melanjutkan tidur dalam mobil, karena perjalanan akan berlangsung selama dua jam. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun medan Taman Nasional Meru Betiri Banyuwangi yang berbatu membuat mobil harus melaju pelan.
Jalanan di taman nasional sepertinya haram untuk diaspal, karena dianggap mengganggu kelestarian alam. Kondisi yang sama juga dirasakan saat saya mengunjungi Pantai Plengkung di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi pada hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya hanya bisa berharap pengelola memberikan kelonggaran atas atuan tersebut, mengingat tidak semua wisatawan memiliki tulang ekor yang tahan dengan guncangan roda mobil saat menggerus bebatuan besar.
Pemandangan desa, sawah, pasar, kebun dan hutan membuat rasa sabar saya lebih panjang. Sampai di pintu gerbang Meru Betiri, kami diminta membayar tiket masuk Rp5000 per orang dan Rp10.000 per mobil. Untuk wisatawan asing jadi Rp150 ribu per orang.
Syamsul, pemandu wisata dari Meru Betiri langsung mengabarkan berita buruk bagi wisatawan yang jarang berkeringat seperti saya. Ombak hari itu sedang besar, sehingga menuju Pantai Teluk Hijau harus dilakukan dengan mendaki bukit selama satu jam, bukan dengan kapal sewa yang biasanya mengantar selama 25 menit.
Hati dan kaki langsung gentar mendengar kata mendaki, namun iming-iming cerita keindahan pemandangan saat mendaki dari Syamsul membuat saya sedikit merasa kuat.
 Pendakian dengan iming-iming pemandangan indah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Rasa kuat itu itu hanya bertahan sekitar sepuluh menit, karena napas mulai memendek karena medan bukit yang naik turun. Tapi Syamsul tak mengingkari janjinya, karena pemandangan memang sangat indah.
Ada dua pantai berbatu yang kami lewati. Di salah satu Pantai Teluk Batu, Syamsul malah mengajak saya melakukan ritual permohonan kepada Tuhan dengan cara berdoa lalu melempar tiga batu. Tentu saja, keberuntungan dalam hal jodoh dan dompet ada dalam permintaan saya.
 Pantai Teluk Batu, salah satu tempat paling pas berdoa kepada Tuhan untuk urusan jodoh dan dompet. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sudah tak terhitung berapa kali saya bertanya kepada Syamsul berapa lama lagi kami sampai di Pantai Teluk Hijau. Di pertanyaan kesekian, Syamsul hanya menjawab dengan senyum paling manis dan tangan menunjuk ke arah depan.
Pantai Teluk Hijau ada di depan mata. Saya berjalan lebih cepat, karena yang ada di pikiran hanya untuk segera membeli minuman di warung terdekat.
Ternyata tidak ada warung di sana. Hanya ada perairan jernih biru kehijauan dengan pasir putih halus. Karang besar menjadi latar belakangnya. Saya terkagum dan langsung melupakan rasa lelah pendakian.
 Ingatlah, tidak ada warung di Pantai Teluk Hijau. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Syamsul menyuruh saya membasuh wajah di Air Terjun Bidadari, yang ada di sudut pantai sebelum berenang di pantai yang serasa milik pribadi.
Dari cerita Syamsul, Pantai Teluk Hijau memang tidak dibuat komersil, karena ingin dijaga kelestariannya. Wisatawan yang datang diharapkan ikut membantu menjaganya, dengan tidak membuang sampah sembarangan.
 Serasa milik sendiri karena tidak ada wisatawan lain di Pantai Teluk Hijau. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Syamsul malah punya doa, agar pantai ini selalu sepi dari wisatawan sehingga alamnya tetap asli. Saya tertawa, tapi dalam hati juga ikut berdoa yang sama.
Bersambung ke halaman berikutnya...