Demam berdarah dengue (DBD) menjadi penyakit musiman yang selalu menjangkiti banyak orang setiap tahunnya. Namun, di tengah pandemi, DBD menjadi ancaman infeksi ganda.
Hal tersebut dilihat dari anomali data kasus yang dimiliki Kementerian Kesehatan. Jika umumnya puncak kasus DBD berakhir pada bulan Maret, namun hal itu tak berlaku pada tahun ini. Kasus terus bertambah.
Hingga Juli 2020, Kemenkes mencatat sebanyak 71.633 kasus DBD dengan angka kematian mencapai 459 jiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemenkes juga sempat mengimbau masyarakat untuk mewaspadai DBD di tengah pandemi. Menurut Kemenkes, Indonesia terancam mengalami infeksi ganda akibat DBD dan Covid-19.
Para peneliti di China menemukan virus flu babi Genotip 4 (G4) tipe baru pada Juni lalu. Virus yang merupakan turunan dari virus flu babi H1N1 ini bahkan pada saat itu disebut berpotensi memicu pandemi baru karena penularannya yang terbilang cepat.
Kala itu, sebanyak 4,4 persen populasi China telah terpapar virus baru tersebut dari hewan. China sendiri dikenal dengan populasi babinya yang sangat tinggi.
Virus itu menular dengan cepat dari hewan ke manusia. Namun, hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus tersebut menular antar-manusia.
Para peneliti menyebut bahwa virus ini sangat-lah berbahaya. Pasalnya, inti dari virus ini adalah virus flu burung dengan campuran strain mamalia di dalamnya. Sementara manusia sama sekali tak punya kekebalan terhadap virus tersebut.
Infeksi flu babi G4 disebut bisa menimbulkan gejala klinis parah termasuk bersin, mengi, batuk, dan rata-rata penurunan berat badan maksimal 7,3-9,8 persen dari massa tubuh.
Infeksi ini juga umumnya mengarah pada penyakit yang lebih serius seperti pneumonia, infeksi paru, dan masalah pernapasan lainnya.
Sejumlah percobaan menemukan, virus flu babi G4 menginfeksi sel-sel epitel yang melapisi bronkus dan anveoli. Virus mereproduksi dengan cepat dalam sel-sel tersebut.