Tahun 2020 tampaknya menjadi momentum besar untuk dunia kesehatan. Tak berhenti pada penyakit-penyakit yang memicu wabah, sejumlah mikroorganisme juga menjadi sorot perhatian banyak orang.
Sebut saja virus Hanta yang sempat membuat warganet panik. Kepanikan muncul setelah seorang warga China dilaporkan meninggal dunia akibat virus Hanta pada Maret lalu.
Virus ini sebenarnya sudah ada jauh lebih dulu dari SARS-CoV-2. Virus Hanta menyebar lewat tikus dan menimbulkan berbagai sindrom penyakit pada manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Virus Hanta menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan atau dikenal dengan istilah medis hantavirus pulmonary syndrome (HPS). Virus Hanta lainnya juga dapat memicu demam berdarah dengan sindrom ginjal.
Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus Hanta tak banyak berbeda dengan yang lainnya. Pasien akan mengalami demam, kelelahan, dan nyeri otot terutama pada paha, pinggul, punggung, dan bahu.
Namun, tak perlu khawatir, penyakit ini tak menular antar-manusia.
Selain Hanta, ada pula kasus meninggalnya enam bocah di Amerika Serikat akibat terinfeksi amoeba pemakan otak. Kejadian itu bahkan membuat Gubernur Texas AS, Greg Abbott menetapkan status darurat bencana di wilayahnya.
Bocah itu mengalami primary amebic meningoencephalitis (PAM) yang disebabkan oleh amoeba bernama Naegleria fowleri. Nama terakhir merupakan amoeba yang biasa ditemukan di air tawar.
PAM sendiri merupakan infeksi dan peradangan langka yang menyerang otak sebagai sistem saraf pusat. Penyakit ini memiliki tingkat prognosis yang sangat rendah. Seseorang yang terinfeksi Naegleria fowleri 98,5 persen tak bisa diselamatkan.
Sejak pertama kali ditemukan pada 1960-an, hanya tujuh orang di seluruh dunia yang dilaporkan selamat dari ancaman PAM.
Pada tahap awal, seseorang yang terinfeksi akan mengalami sakit kepala yang parah, demam, mual, dan muntah. Pada tahap lanjut, seseorang akan mengalami leher yang kaku, perubahan kondisi mental, halusinasi, hingga koma.
PAM termasuk salah satu penyakit yang sulit dideteksi. Pasalnya, penyakit ini berkembang dengan pesat hingga sulit untuk diselamatkan.
Selain itu, belum lama ini juga masyarakat ramai membicarakan soal virus Chapare. Infeksi dari virus Chapare bisa memicu demam berdarah mematikan mirip Ebola.
Virus Chapare ditemukan ilmuwan pertama kali di Bolivia pada tahun 2004. Penularannya juga terbilang mirip dengan corona dan dapat menular dari manusia ke manusia.
Orang yang terinfeksi umumnya akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri di belakang mata, ruam kulit, mual, dan pendarahan gusi.
(asr)