Cerita Maldives Sebelum Jadi Surga Liburan 'Kaum Sultan'

CNN Indonesia
Minggu, 20 Jun 2021 11:50 WIB
Dulu turis harus menceburkan diri saat turun kapal untuk sampai dermaga di Maldives (Maladewa). Kini, di sana bahkan ada restoran bawah laut.
Raa atol, salah satu kepulauan di Maldives (Maladewa) yang hanya bisa dijangkau oleh pesawat amfibi. (iStock/Jag_cz)

MU bukanlah satu-satunya orang yang begitu terpikat oleh keindahan pulau-pulau Maladewa sehingga mereka tidak ingin tinggal di tempat lain.

Denise Schmidt awalnya datang dari negara asalnya, Jerman, ke Maladewa untuk bekerja sebagai pekerja magang di sebuah hotel. Sekarang, dia tinggal di sana penuh waktu bersama suaminya, Ali Amir. Mereka bekerja sebagai manajer Reethi Beach Resort di Baa Atoll yang damai dan memiliki seorang putri kecil yang amat beruntung bisa tumbuh besar di kepulauan surgawi ini.

Tugas enam bulan yang awalnya dijalani Schmidt kini telah berubah menjadi bertahun-tahun, dan tidak sulit untuk memahami bagaimana seseorang dapat terpesona oleh pemandangan di sini dan ingin tinggal selamanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu saja ada pulau yang disukai dan tidak disukai orang," kata Schmidt diplomatis -- meskipun sulit membayangkan ada sebuah pulau di Maladewa yang tidak disukai seseorang.

Isolasi bisa menjadi salah satu "kesialan" saat tinggal di pulau terpencil, tetapi di era pandemi, itulah yang dimanfaatkan Maladewa.

Negara ini sebagian besar dapat tetap buka sementara tujuan lain telah ditutup - meskipun lonjakan kasus baru-baru ini telah mendorongnya untuk memperketat pembatasan.

Terancam tenggelam

Bahkan sebelum Covid-19 muncul, ada masalah di "surga Maladewa". Ancaman perubahan iklim dan naiknya air laut merupakan ancaman eksistensial terhadap pulau-pulau dataran rendah ini, pada satu titik mendorong saran radikal agar seluruh negara pindah lokasi.

Belum lagi ancaman rusaknya terumbu karang yang bakal menyebabkan pemandangan bawah laut tak lagi fotogenik.

Hussain "Sendi" Rasheed secara luas dianggap sebagai bapak industri selam Maladewa, setelah menjadi Pelatih Instruktur berlisensi PADI pertama di negara itu, mendapatkan sertifikasinya pada tahun 1986.

Ketika industri pariwisata negara itu mulai berkembang, ia mulai mengambil alih siswa semakin banyak. Sekarang, dia melaporkan bahwa lebih dari 1.600 orang telah berguru padanya.

Pemandangan resor Soneva Fushi di Maldives. (Dok. Soneva Fushi)Pemandangan resor Soneva Fushi di Maldives. (Dok. Soneva Fushi)

"Anda bisa menjadi orang yang lebih bahagia," katanya tentang pengalaman menjelajah bawah laut. Dan mengingat senyum hangat dan bahagia yang melekat di wajahnya, jelas Rasheed tahu apa yang dia bicarakan.

Tapi mengajari orang cara menyelam hanyalah sebagian kecil dari hobi Rasheed. Hobi utamanya ialah merawat perairan Maladewa.

Dia telah bekerja keras untuk melarang pemancingan hiu untuk konsumsi dan suvenir. Kerja keras ini terbayar pada 2010, ketika Maladewa menjadi salah satu dari segelintir negara di dunia yang sepenuhnya melarang penangkapan hiu.

Pelantikannya tahun 2019 ke dalam International Scuba Diving Hall of Fame semakin memperkuat warisannya sebagai penjaga lautan.

"Setiap spesies yang hidup di sini penting bagi kami," katanya, sambil melirik ke laut lepas.

Tentu, hiu mungkin tampak menakutkan, tetapi mereka adalah bagian penting dari ekosistem bawah laut. Karang menyediakan rumah bagi ikan. Ikan adalah makanan hiu. Siklus kehidupan hanya beberapa inci di bawah permukaan.

Jadi, datang ke Maladewa jangan hanya untuk foto atau video yang diunggah di media sosial. Berbicaralah dengan penduduk sekitar, sehingga kita bisa tergugah untuk menjaga lautan demi kelangsungan hidup yang lebih baik.

(ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER