Ivermectin disebut Menteri BUMN Erick Thohir pada Senin (21/6) kemarin telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat terapi Covid-19, dan sudah dalam tahap produksi dengan kapasitas diharapkan mencapai 4 juta per bulan.
Baru-baru ini, BPOM menegaskan izin edar obat Ivermectin yang dikeluarkan oleh instansi tersebut bukan untuk digunakan sebagai obat covid-19, melainkan sebagai obat cacing.
"Bukan use emergency authorization ya yang kita berikan [untuk Ivermectin], tapi izin edar sebagai obat cacing," kata Kepala BPOM Penny Lukito melalui konferensi video, Selasa (22/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Ivermectin menambah panjang daftar obat-obat yang diklaim bisa digunakan untuk terapi Covid-19, meski hingga saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan RI belum memberi rekomendasi obat apapun yang dapat menyembuhkan Covid-19.
Terkait Ivermectin, Deputi bidang penelitian Translasional Lembaga Eijkman, David Handojo Muljono juga menegaskan bahwa belum ada cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.
"Belum cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin pada Covid-19," kata David kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/6).
Pernyataannya tersebut merujuk pada laporan dari Studi Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS yang dirilis 11 Juni lalu.
Selain Ivermectin, berikut sejumlah obat yang pernah diklaim menjadi terapi untuk Covid-19
Pada Juni 2020, WHO sempat memuji terobosan ilmiah peneliti Inggris atas penggunaan Dexamethasone, obat steroid untuk meringankan gejala pasien infeksi virus corona (Covid-19).
Deksametason atau Dexamethasone merupakan obat perawatan steroid dosis rendah. Dexamethasone selama ini digunakan untuk mengobati kondisi seperti arthritis, gangguan kekebalan tubuh, reaksi alergi, dan masalah pernapasan.
Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperingatkan masyarakat mengenai salah satu efek jangka panjang penggunaan dexamethasone tanpa resep dokter, yakni bisa menurunkan daya tahan tubuh.
Karena itu Kepala BPOM Penny Lukito dalam pernyataan tertulis mewanti masyarakat untuk tak membeli dexamethasone atau obat steroid lainnya secara bebas tanpa resep dokter.
Selain menurunkan sistem imunitas tubuh, penggunaan dexamethasone jangka panjang tanpa indikasi medis dan resep dokter akan meningkatkan tekanan darah, diabetes, moon face, dan masking effect serta efek samping lain yang berbahaya.
Pada awal Covid-19 merebak, obat Hydroxychloroquine atau juga dikenal Chloroquine sempat ramai diburu di Indonesia karena disebut dapat menyembuhkan virus corona.
Pada Maret 2020, Presiden Joko Widodo juga sempat mengatakan chloroquine ampuh menyembuhkan pasien Covid-19 di beberapa negara. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan dirinya memborong obat-obatan tersebut.
Namun, pada pertengahan Juni 2020, WHO resmi menghentikan uji coba hydroxychloroquine sebagai obat bagi pasien penyakit akibat virus corona atau Covid-19.
Perwakilan Program Kesehatan Darurat WHO, Ana Maria Henao Restrepo, mengatakan bahwa keputusan ini diambil setelah hasil uji coba menunjukkan penggunaan hydroxychloroquine tak mengurangi tingkat kematian pasien Covid-19.
"Setelah berbagai pertimbangan, mereka menyimpulkan bahwa hydroxychloroquine akan dihentikan dari program percobaan," ujar Restrepo seperti dikutip AFP saat itu.
![]() |