Masuk dunia kerja memang membawa perubahan besar buat Dimas. Lagi-lagi ia dihadapkan pada situasi penuh tekanan dan jenuh sekaligus. Onani memang kadang jadi pelarian, tetapi di masa kerja ini pula ia berkenalan dengan mainan seks alias sex toys.
Awalnya, rasa penasarannya akan sex toys kalah oleh rasa cemas dan takut. Tidak seperti sekarang, dulu belum populer sex shop. Beli lewat toko daring pun selalu ada rasa was-was kalau barang sampai di rumah dan ketahuan orang tua.
"Nah akhirnya titip teman yang dinas ke luar negeri. Beli dildo. Mulailah eksplorasi. So far, dia memang memuaskan bagian anal, tapi tetap beda sama hubungan seks. Kalau seks kan ada komunikasi, sentuhan kulit dengan kulit, suara, desahan, komunikasi non verbal," ujar Dimas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum merasa cukup dengan dildo, dia pun menambah koleksi dengan snail cup. Sex toys satu ini memungkinkan sensasi penetrasi pada vagina atau sensasi blow job. Seiring bertambah referensi online sex shop, Dimas memberanikan diri memesan.
Berbagai antisipasi dikerahkan mulai dari meminta pengemasan yang aman, juga deskripsi barang dikosongkan.
"Dag dig dug, terus datang dikirim ke rumah, ternyata diterima ayah. Pas dicek, oh benar-benar aman, nama tokonya tampak biasa saja, terus ditulis alat kesehatan," katanya.
Keputusannya tidak salah sebab onani dengan sex toys lebih nikmat daripada dengan tangan. Ia membeli snail cup berbentuk mulut. Desainnya benar-benar nyaris menyerupai mulut yang sesungguhnya sehingga ada sensasi blow job bahkan deep throat.
Koleksi sex toys pun jadi variasi aktivitas onani selain dengan tangan. Paling sering, lanjut Dimas, kondisi pulang kerja atau setelah olahraga, mendinginkan badan sebentar lalu mandi. Modal pelumas atau sabun dipadu video porno singkat di Twitter, selesai sudah urusan personal.
"Ya sudah, kira-kira 15 menit sampai ejakulasi. Tapi pernah 20-30 menit. Kalau tanpa video porno sih lama [ejakulasinya] bisa di atas 30 menit, bahkan pernah juga enggak 'nyampe' (ejakulasi)," katanya.
Sementara itu, pandemi memang memungkinkan dia banyak bekerja dari rumah (work from home) sehingga keinginan onani bisa datang di tengah jam kerja. Namun sejauh ini ia mampu mengontrol agar onani tidak sampai bikin pekerjaan kacau.
"Tahu batas sih, kalau tiba-tiba lebih sering, ya nge-rem. Buat saya sehari cukup satu [kali ejakulasi], antara tidak sama sekali atau sekali saja. Kalau sudah lebih dari satu saya anggap 'lampu kuning' nih, harus segera 'menyucikan diri'," katanya terkekeh.
Harus diakui pengalaman Dimas dengan onani tidak semua menyenangkan. Di sisi lain, onani memberikan manfaat terlebih informasi mengenai titik-titik rangsang tubuh.
Suatu pengalaman menyenangkan ketika bertemu dengan partner yang komunikatif dan proaktif. Ia mendengarkan dan memfasilitasi kebutuhan sekaligus proaktif yakni bertanya apa yang diinginkan. "Saya berani ngomong, enaknya gini, eksplorasi, lalu menemukan titik lain," imbuhnya.
Tak hanya manfaat saat bertemu dengan partner seks, onani pun jadi bentuk self love atau mencintai diri sendiri. Self love, kata dia, memiliki makna cukup luas. Namun buat Dimas, self love itu menyenangkan diri sendiri khususnya tubuh sendiri dan salah satu caranya adalah onani.
Selama onani terkontrol, higienis, aman ini akan membawa dampak positif buat tubuh. Pelepasan endorfin saat orgasme membuat tubuh rileks, bebas stres dan uring-uringan.
"Kebutuhan emosional mungkin tidak terpenuhi. Sentuhan, peluk, hangat orang lain, kulit ketemu kulit itu juara! Itu enggak bisa digantikan masturbasi. Tapi dalam kondisi bisa dibilang kepepet, situasi pandemi, ini sangat menolong," katanya.
(els/agn)