Seoul, CNN Indonesia --
Banyak serial drama Korea Selatan (drakor) yang menguak kisah percintaan yang membuat geregetan, terbukti dengan banyaknya unggahan meme tentang jalan karakter utamanya di media sosial. Dari perkenalan, kencan pertama, perselingkuhan, pertengkaran sampai kangen-kangenan, semuanya dikisahkan selama satu jam di setiap episodenya.
Momen PDKT sampai pernikahan di kehidupan nyata Korsel tentunya lebih kompleks dari yang digambarkan dalam sepuluh episode sebuah drakor, meski menurut saya percintaan sedramatis drakor tergantung interaksi masing-masing pasangannya. Ada yang memang berjalan secara dramatis, ada juga yang berjalan dengan adem ayem dan biasa saja.
Saat ini saya bermukim di Seoul, Korea Selatan, bersama suami saya yang berkewarganegaraan sini. Tentu ada saja teman yang iseng berkata minta dikenalkan dengan oppa (pria Korea), karena melihat betapa tampan dan rupawannya laki-laki Korea yang bergabung dalam grup idol atau menjadi aktor. Jujur saja saya bingung menanggapinya, karena seperti yang saya tulis di atas, percintaan di Korsel tak semudah sepuluh episode drakor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya menyukai budaya Korea sejak SMA. Beruntungnya saat tinggal di Kanada saya bertemu dengan teman-teman yang asli sana, sehingga saya bisa mempelajari hal-hal menarik lebih dalam, salah satunya bahasa. Selain berlatih berbincang dengan mereka, saya juga melatih diri dengan menonton tayangan-tayangan televisi Korea.
Tapi jujur saja, saya tidak pernah terpikir untuk mencari pasangan asal Korea. Jodoh di tangan Tuhan, begitu pikiran saya, jadi berpasangan dengan oppa atau tidak, setiap hubungan percintaan pasti ada manis dan pahitnya.
Saya kenal suami dari ajang yang dikenal orang Korea sebagai meeting atau secara sederhana berarti kencan buta. Singkatnya, sewaktu saya bermukim di Vancouver, Kanada, teman serumah saya yang orang Korsel tiba-tiba mencetuskan ide untuk mengenalkan saya dengan kenalannya.
Beberapa minggu setelah berbincang di Kakao Talk, akhirnya kami janjian bertemu di kedai kopi dekat kantor saya.
Sebulan setelah pertemuan tersebut, kami sepakat untuk jadian. Hubungan kami terus berlanjut sampai ke jenjang pernikahan, yang dilangsungkan di Seoul pada bulan Oktober 2019.
Usai menikah, kami berpikir untuk mencoba tinggal di Seoul. Saya yang memang gemar kebudayaan Negara Ginseng merasa ingin mendapat tantangan hidup baru, sementara suami ingin pulang kampung untuk sejenak menyegarkan pikiran setelah lama tinggal di Kanada. Keputusan ini didukung penuh oleh kedua keluarga kami.
Awalnya kami hanya berpikir untuk tinggal selama 6 bulan sampai 1 tahun. Tapi apa daya, karena pandemi virus corona, kami terpaksa memperpanjang rencana tinggal di sini sampai keadaan mulai membaik dan stabil.
[Gambas:Instagram]
Tidak semua pria Korea seperti idol
Selain yang minta dicarikan pacar, tak sedikit juga yang bertanya kepada saya apakah pria-pria Korsel itu semenyebalkan atau seromantis karakter-karakter drakor.
Dua pertanyaan itu hanya bisa saya jawab dengan pernyataan bahwa apa yang dilihat di media mengandung fantasi yang dilebih-lebihkan.
Realitanya, karakter pria Korea Selatan juga tak terbatas seperti versi para pemeran utama. Sama seperti di Indonesia, di sini ada saja cowok yang menyebalkan dan romantis.
Penampilan seseorang juga jangan dihakimi. Perlu mengenal orangnya lebih lanjut sebelum bisa mengatakan kalau pria A itu baik dan pria B itu buruk.
Daripada menduga-duga karakter satu pria Korea hanya berdasarkan versi drakor, sepertinya akan lebih bijaksana kalau kita melihat dari cara ia mengelola hidupnya, nilai-nilai yang dijunjungnya, atau mungkin kedekatannya dengan keluarga dan teman-temannya.
Selama saya menyelami kehidupan di Korea Selatan dari mata saya atau mata teman-teman saya, salah satu realita yang bisa saya katakan mengenai pria-pria di sini ialah tidak semuanya romantis, meski tindakan yang dilakukannya termasuk dalam kategori baik.
Manisnya karakter pria Korsel dilatarbelakangi dari kebudayaan dan nilai gender yang masih dipegang orang Korea. Salah satu contohnya nilai yang disebut jeong. Makna ide ini sangat kompleks dan sulit dideskripsikan, tapi intinya ialah ikatan hangat yang terjalin di antara orang-orang yang dikenal.
Jadi kalau punya teman pria asal Korsel dan dia beberapa kali menghidangkan makanan saat makan siang di kantor atau mau mengantarkan kita sampai depan rumah setelah pulang kongko, sebaiknya jangan keburu jatuh hati. Karena menurutnya perlakukan tersebut wajar dilakukan ke semua orang.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Skena kencan di Korea Selatan
Hampir di setiap distrik di Korea Selatan memiliki deretan restoran, kafe, bar sampai tempat karaoke. Banyak juga hot place atau tempat trendi yang sering didatangi anak muda seperti Hongdae, Itaewon, Gangnam dan Apgujeong.
Tentu saja mereka ke sana untuk "dilihat dan melihat" teman-teman sebayanya. Kalau bisa berkenalan dan jodoh, siapa tahu bisa berlanjut ke kencan berikutnya - meski rasanya ajang meeting atau mencari di aplikasi kencan lebih besar kesempatannya untuk bertemu dengan calon pasangan.
Tahap kenalan sampai pacaran di Korsel tidak jauh berbeda dengan di Kanada ataupun di Indonesia. Namun, saya juga sering mendengar teman-teman saya sesama ekspatriat yang mengalami momen ghosting (ditinggal tanpa penjelasan) atau diselingkuhi di sini.
Harus diingat bahwa Korsel adalah homogeneous society dan banyak penduduknya yang mempunyai belum terbiasa dengan orang asing, sehingga beberapa dari mereka memiliki stereotipe tertentu. Contohnya ada saja yang menganggap kalau orang asing tidak perlu diajak berhubungan serius, sehingga mereka kerap dipermainkan. Tapi sekali lagi, tidak semua orang Korea memiliki pandangan ini.
Kehidupan pasutri Indonesia-Korsel
Tak disangka, tata nilai Indonesia dan tata nilai Korea lebih banyak punya kesamaan dibanding perbedaan. Karena sama-sama orang Asia, saya dan pasangan tidak pernah merasakan perbedaan kebudayaan yang terlalu menonjol sampai sering menimbulkan pertengkaran.
Bagi kami, pertengkaran dalam rumah tangga itu wajar, dan menurut saya apa yang dipermasalahkan dan bagaimana cara penyelesaiannya semua tergantung sifat dan pola interaksi pasangan masing-masing. Bukan tergantung dari asal negaranya.
Budaya Korea tidak lebih superior dari budaya Indonesia, jadi kami masing-masing belajar dari satu sama lain. Tapi yang kami rasakan adalah adanya kesamaan nilai adat ketimuran hanya saja cara dan adat yang kadang-kadang berbeda. Kami memutuskan memfokuskan bagaimana cara membangun identitas kami sebagai pasutri dengan menggabungkan dua budaya yang kami miliki.
Contohnya, saat persiapan pernikahan kalau di budaya keluarga saya yang Tionghoa ada sesi sangjit, di Korea ada sang gyeon rye (상견례). Konsepnya sama namun isinya berbeda, tapi kami memutuskan untuk membuat sesi ini sederhana dengan tetap menggabungkan kebutuhan dua budaya yang berbeda.
Karena kerasnya persaingan hidup di Korsel, ditambah dengan biaya hidup yang tinggi, membuat banyak anak muda di sini lebih enggan untuk menikah. Begitu juga dengan pasangan suami istri dalam urusan memiliki keturunan. Kesibukan bekerja terkadang menjadi pertimbangannya.
Tapi, tuntutan orang tua atau usaha mencarikan jodoh untuk anaknya, banyaknya list pertanyaan memastikan "bibit-bebet-bobot" calon pasangan, sampai seringnya pertanyaan "kapan punya anak" masih saja ada dan bisa dilihat sebagai kesamaan antara mertua versi Indonesia dan Korea Selatan.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
[Gambas:Instagram]
[Gambas:Photo CNN]
Pesan untuk yang mencari oppa
Tidak ada salahnya tertarik dengan pria atau wanita asal Korea Selatan. Agar tidak terlanjur terobsesi, sebaiknya ingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Jangan menjadikan apa yang dilihat di media sebagai standar hidup sampai membuat ekspektasi yang kurang realistis.
Menyiapkan hati untuk menjalin hubungan juga harus bersamaan dengan menyiapkan hati jika proses tersebut berujung kekecewaan. Contohnya, perlakuan cowok-cowok Korsel di drakor bisa terhitung manis dan romantis, tapi tahukah Anda kalau banyak perempuan di Korsel yang tidak mendapatkan proposal romantis sebelum menikah, tapi malah ada yang mendapatkanya setelah menikah?
Kenali lebih dalam diri Anda dan mungkin calon pasangan yang sudah dipertemukan. Apakah karakternya baik bagi Anda atau apakah dia siap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih dari sekadar kencan.
Pelajari juga adat dan budaya pasangan Anda, tapi jangan lupakan karakter Anda sebagai warga negara Indonesia. Jembatani segala perbedaan, sehingga hubungan lebih berkualitas.
Yang terpenting, kenali red flags (sinyal buruk) yang Anda dapatkan dari interaksi dengannya. Jika hati kecil Anda berkata tidak, jangan nekat teruskan hubungan hanya karena dia seorang Korean Oppa.
[Gambas:Instagram]
[Gambas:Photo CNN]
---
Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, silakan hubungi [email protected]