Naik Pesawat Tak Lagi Santai Sejak 12 September 2001

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Sep 2021 15:13 WIB
Sejak 12 September 2001, sehari setelah serangan teroris 9/11, datang ke bandara untuk naik pesawat tidak lagi santai.
Pemandangan di Bandara Internasional Narita, Tokyo, Jepang. (AP Photo/Jae C. Hong)

Pemeriksaan identifikasi

Ironisnya, beberapa teroris 9/11 dapat naik ke pesawat tanpa identifikasi yang ketat.

Setelah serangan, semua penumpang berusia 18 tahun ke atas akan memerlukan identifikasi resmi yang dikeluarkan pemerintah untuk terbang, bahkan pada penerbangan domestik.

Bandara dapat memeriksa kartu identitas penumpang atau staf kapan saja, untuk mengonfirmasi bahwa dokumen tersebut cocok dengan detail pada boarding pass mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum peristiwa itu, pemerintah federal AS hanya memiliki "daftar kecil" orang-orang yang dianggap berisiko mengancam perjalanan udara.

Namun, apa yang kita kenal sekarang sebagai Daftar Larangan Terbang -- bagian dari Basis Data Penyaringan Teroris yang menunjukkan orang-orang yang dilarang naik pesawat komersial untuk perjalanan masuk, keluar, dan di dalam AS -- dikembangkan sebagai tanggapan terhadap 9/11.

Di seluruh dunia, negara-negara menjadi lebih ketat dengan pemeriksaan identitas, pemeriksaan keamanan, dan Daftar Larangan Terbang versi mereka sendiri.

Pada tahun 2002, Uni Eropa memperkenalkan peraturan yang menuntut maskapai penerbangan mengkonfirmasi penumpang yang menaiki pesawat adalah orang yang sama yang melakukan check-in di bagasi mereka, yang berarti memeriksa kartu identitas baik saat check-in bagasi maupun saat boarding.

Kemudian dalam dekade ini, identitas sidik jari dan pemindaian retina dan iris diperkenalkan di beberapa negara.

Dulu, staf bandara di AS ialah karyawan kontrak dari perusahaan rekanan.

Sebagai bagian dari undang-undang keamanan baru, Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) diperkenalkan pada November 2001.

Sekarang sebagai sebuah badan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, yang dibentuk setahun kemudian, TSA mengambil alih semua fungsi keamanan Administrasi Penerbangan Federal (FAA), maskapai penerbangan, dan bandara AS.

Pada akhir tahun 2002, agensi tersebut telah merekrut hampir 60 ribu karyawan, tulis pengamat TSA, Michael PC Smith.

O'Keefe mengakui kalau membentuk TSA menjadi tantangan tersendiri, terutama melatih staf untuk "tanggap terorisme". Belum lagi wawancara berjam-jam untuk mencari karyawan yang latar belakangnya baik.

Ground staff (in uniforms) speak to passengers as they queue up at check-in counters at Narita International Airport in suburban Tokyo on April 20, 2010. Some European airlines resumed their flights after days of air travel chaos caused by an ash cloud from an Icelandic volcano which closed airspace over much of Europe.    AFP PHOTO / Yoshikazu TSUNO / AFP PHOTO / YOSHIKAZU TSUNOFoto tahun 2010. Suasana sibuk di Bandara Internasional Narita, Tokyo, Jepang. (AFP PHOTO / YOSHIKAZU TSUNO)

Pemeriksaan keamanan

Beberapa pembajak 9/11 dilaporkan membawa pisau cutter dan pisau kecil, yang lolos pemeriksaan keamanan bandara AS.

Tak lama, dengan aturan baru TSA, benda potensial menjadi senjata seperti pisau, gunting, dan jarum rajut tidak lagi diizinkan di dalam pesawat, dan pekerja bandara lebih terlatih untuk mendeteksi senjata atau bahan peledak.

Pada bulan Agustus 2006, teror yang gagal untuk meledakkan bahan peledak cair pada beberapa penerbangan transatlantik menyebabkan pembatasan hari ini pada cairan, gel dan aerosol dalam barang bawaan.

Pada bulan yang sama, TSA mulai meminta penumpang untuk melepas sepatu mereka untuk menyaring bahan peledak - lima tahun setelah insiden "pengebom sepatu" tahun 2001 - dan badan tersebut juga mengerahkan petugas udara federal di luar negeri.

Detektor logam adalah standar di bandara sebelum 9/11, tetapi pada Maret 2010 - beberapa bulan setelah "pembom pakaian dalam" ditangkap pada penerbangan Hari Natal setelah serangan udara yang gagal menggunakan perangkat yang disembunyikan di bawah pakaiannya - pemindai seluruh tubuh mulai dipasang di bandara AS.

Pada Juli 2017, sebagai tanggapan atas meningkatnya "minat" teroris untuk menyembunyikan alat peledak improvisasi di dalam barang elektronik komersial dan barang bawaan lainnya, TSA mulai mewajibkan para pelancong untuk meletakkan semua barang elektronik pribadi yang lebih besar dari ponsel di kotak khusus untuk pemeriksaan sinar-X.

Pada bulan Februari berikutnya, teknologi pengenalan wajah juga sedang diujicobakan.

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Naik Pesawat Tak Lagi Santai Sejak 12 September 2001

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER