Melindungi Owa Jawa Demi Melestarikan Kopi Lezat Indonesia

Aditya Heru Wardhana | CNN Indonesia
Minggu, 26 Sep 2021 11:11 WIB
Saat minum kopi, apakah Anda sekaligus membayangkan bagaimana usaha pelestarian alam di kebunnya? Hutan Petungkriyono bisa jadi salah satu contohnya.
Owa Jawa berperan menjaga ekosistem hutan dengan penyebaran biji-bijian yang nantinya akan tumbuh menjadi pohon. (Pixabay/steffiheufelder)

Hal itu diamini oleh Tasuri (54), warga Dusun Sokokembang yang pernah menjalani pekerjaan sebagai penebang pohon ilegal dan memburu burung liar. Pekerjaan melanggar hukum ini terpaksa dilakoni penduduk karena desakan ekonomi. Pembukaan hutan untuk lahan kopi juga kerap ditemui di Hutan Petungkriyono.

Bersama penduduk desa, Yayasan Swara Owa pada tahun 2012 merancang program Kopi untuk Konservasi dengan mengoptimalkan kopi hutan yang tumbuh di bawah naungan pohon tanpa harus merusak hutan. Salah satu yang beralih pekerjaan adalah Tasuri, dari pembalak dan pemburu burung kini menekuni pengolahan kopi.

"Awalnya jadi pemburu burung, beralih jadi petani kopi, lebih asyik," ujar Tasuri saat ditemui CNNIndonesia.com pada pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tasuri bersama beberapa mantan pemburu lainnya belajar pengolahan kopi. Dimulai dari proses panen dengan memilih biji kopi yang telah matang.

Kopi hutan Petungkriyono sudah ada sejak zaman Belanda. Terkadang petani kopi harus memanjat pohon kopi untuk memetik biji kopi, sebab pohon kopi menjulang tinggi dengan usia puluhan tahun.

Para petani sadar, tidak lagi menebang hutan untuk membuka lahan sebab hasil kopi hutan sudah mencukupi. Pepohonan hutan pun dibutuhkan sebagai naungan pohon kopi. Karena itu ekosistem hutan tetap lestari dan Owa Jawa pun tetap bisa hidup tanpa terancam kepunahan.

Istilah Kopi Owa disematkan. Kopi Owa bukanlah kopi yang berasal dari kotoran Owa, namun istilah untuk mengenalkan kepada masyarakat bahwa pelestarian Owa Jawa bisa melalui komoditas kopi.

Hasil panen lantas digotong pulang dan menjadi bagian para perempuan, anak dan istri petani kopi menyortir, mencuci dan menjemur biji kopi. Dulu, para penduduk menggunakan kuali untuk menyangrai biji kopi. Namun proses sangrai tradisional ini memakan waktu lama dan hasilnya kurang bagus.

Tasuri lalu membeli mesin sangrai berkapasitas satu kilogram. Kopi hasil sangrai berkualitas lebih bagus, sehingga harga jualnya pun lebih tinggi. Petani lain juga sering membawa biji kopi ke rumah Tasuri untuk disangrai.

Tasuri mengakui, kehidupan keluarga lebih baik sejak beralih dari pembalak dan pemburu lantas menekuni pengolahan kopi.

Kopi Owa Penyelamat HutanPetani memanen kopi di Hutan Petungkriyono. Pohon kopi tumbuh secara alami di bawah naungan pohon-pohon yang lebih tinggi. (CNN Indonesia/Aditya H Wardhana)

"Sebelumnya hidup was-was tidak tentram, karena memang ada larangan menjadi penebangan liar. Lebih enak sekarang menjadi petani kopi," ujarnya.

Juga sejak turun temurun, masyarakat Desa Mendolo, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan menjadi pemburu madu hutan. Mereka mencari sarang madu hutan di dalam Hutan Petungkriyono. Jika sudah menemukan sarang, mereka akan memanjat pohon dan mengambil sarang lebah untuk diperas madunya.

Menurut spesialis pembudidaya lebah Yayasan Swara Owa, Sidiq Harjanto, perburuan madu hutan merusak sarang dan mematikan koloni lebah, karena itu tidak lestari dan berkelanjutan.

Tahun 2015 Yayasan Swara Owa mengamati kebiasaan masyarakat Mendolo ini. Dua tahun kemudian Yayasan Swara Owa mendata jenis lebah yang hidup di Hutan Petungkriyono. Ditemukan lima jenis lebah dan dua dua jenis yang layak dibudidayakan.

Setahun kemudian bersama beberapa warga, Yayasan Swara Owa membuat demplot untuk belajar dan ujicoba budidaya lebah klanceng (Heterotrigona itama).

Tarjuki, salah seorang pemburu lebah madu hutan, kini beralih menjadi pembudidaya lebah klanceng. Dari 55 kotak, setiap bulan Tarjuki bisa memanen 10 botol madu dengan harga jual 200 ribu rupiah per botol.

"Lebih enak budidaya, karena madunya bersih. Sedangkan madu hasil berburu biasanya bercampur dengan sarangnya," tutur Tarjuki.

Selain itu, faktor resiko terjatuh dari ketinggian ketika berburu madu hutan juga menjadi pertimbangan Tarjuki untuk beralih pekerjaan.

Meski begitu, baru ada tujuh warga Desa Mendolo yang berminat membudidaya lebah.

"Kendalanya mengubah paradigma. Kalau berburu langsung dapat uang sedangkan budidaya butuh waktu enam bulan sampai setahun untuk panen. Ini membuat bosan. Tapi kita tetap buktikan budidaya lebih menguntungkan," papar Sidiq.

Yayasan Swara Owa terus melanjutkan program budidaya lebah, sebab menurut Sidiq lebah adalah spesies kunci yang mempunyai peran vital bagi hutan yaitu penyerbukan bunga.

"Ketika populasi lebah terjaga maka regenerasi hutan terjaga," tegas Sidiq.

Luasan Hutan Petungkriyono mencapai 7683 hektare. Di dalamnya tersimpan kekayaan biodiversitas seperti tumbuhan, hewan dan fungsi hutan sebagai tangkapan air sekaligus penjaga suhu.

Beberapa jenis primata yang bisa ditemui di Hutan Petungkriyono antara lain yaitu Owa Jawa (Hylobates moloch), monyet ekor panjang (Macaca fasicularis), rekrekan (Presbytis fredericae), dan lutung (Trachypitecus auratus).

Camera trap atau kamera perangkap yang dipasang sejak tahun 2019 berhasil merekam berbagai spesies seperti Macan Tutul (Phantera pardus), Kijang (Mutiacus muntjak), Garangan (Herpestes javanicus), Ayam Hutan Merah (Gallus gallus).

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Melindungi Owa Jawa Demi Melestarikan Kopi Lezat Indonesia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER