Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 257 kasus cacar monyet telah terkonfirmasi dan 120 kasus suspek di 23 negara non-endemik.
Hal tersebut disampaikan WHO dalam update kasus cacar monyet pada Minggu (29/5) lalu.
Hingga saat ini, tak ada kasus kematian akibat cacar monyet di negara non-endemik yang dilaporkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak 2017, beberapa kematian akibat cacar monyet di Afrika Barat terkait dengan usia muda dan infeksi HIV yang tidak diobati," ujar WHO, melansir CNN.
WHO juga menyebut tingkat risiko cacar monyet di tengah masyarakat global belum terlalu tinggi.
"Mengingat ini pertama kalinya kasus cacar monyet dilaporkan bersamaan di sejumlah negara berbeda, dan tanpa hubungan epidemiologis yang diketahui dengan negara-negara endemik," tambah WHO.
Risiko kesehatan masyarakat bisa menjadi tinggi jika virus Monkeypox menyebar ke kelompok yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah seperti anak kecil dan orang dengan gangguan kekebalan tubuh.
WHO mendesak penyedia layanan kesehatan untuk memperhatikan kemungkinan gejala seperti ruam, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, dan lemas.
Selain itu, WHO juga menyoroti penularan penyakit yang dilaporkan terjadi di antaranya pria homoseksual. WHO meminta masyarakat untuk tidak menstigmatisasi kelompok homoseksual.
Cacar monyet merupakan penyakit infeksi langka yang disebabkan oleh virus Monkeypox. Umumnya, penyakit ini menimbulkan gejala yang relatif ringan mirip flu.
Gejala kemudian akan berkembang menjadi ruam dan lesi yang melepuh pada seluruh tubuh. Penyakit ini biasanya berlangsung selama 2-4 pekan.
Meski bukan termasuk kategori penyakit menular seksual, namun cacar monyet dapat menyebar melalui kontak dekat, termasuk saat hubungan seksual.
(asr)