5 Tanda Utama Anda Alami Quiet Firing dari Atasan
Jika Anda pernah merasa tak banyak terlibat dalam suatu proyek di tempat Anda bekerja, maka ada kemungkinan Anda termasuk dalam praktik "quiet firing" atau proses pemecatan paksa yang dilakukan secara "halus".
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan di laman LinkedIn pada Agustus lalu, perusahaan yang melakukan metode pemecatan ini kerap kali membiarkan pekerja untuk tak mengalami kenaikan gaji selama bertahun-tahun atau tidak memberikan kesempatan promosi ke jabatan baru.
Selain itu, perusahaan biasanya akan memberikan tanggung jawab pekerja yang lebih sedikit kepada pekerja yang akan dipecat itu, bahkan dengan sengaja menjauhkan dari proses pengembangan diri dan kepemimpinan.
Dilansir melalui laporan Huffpost, Rabu (7/9), sebanyak 200 ribu responden telah mengisi polling tersebut. Hasilnya, 48 persen pernah menyaksikan rekan kerja yang mengalami perlakuan-perlakuan itu.
Agar lebih memahami konteks ini, ada perbedaan istilah antara "quiet firing" dengan "quiet quitting". Istilah "quiet quitting" ini sempat viral beberapa waktu lalu di media sosial.
Definisi "quiet quitting" lebih menekankan kepada sikap pekerja yang cenderung tak memberikan upaya paling maksimal dalam pekerjaannya sembari mencari tempat pekerjaan baru demi jenjang karier selanjutnya.
Sementara, "quiet firing" adalah proses yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang membuat pekerja atau karyawan tak memiliki pilihan lain selain keluar dari perusahaannya.
"Seringkali itu tidak dimulai dari karyawan, melainkan dari penyedia pekerjaan - perusahaan tidak benar-benar terlibat dengan karyawan atau menginvestasikan perkembangan karier mereka atau meluangkan waktu untuk mendukung mereka," terang Bonnie Dilber, seorang perekrut profesional kepada Huffpost, Rabu (7/9).
"Hasil dari perlakuan itu adalah karyawan merasa bahwa dirinya tidak dilibatkan," sambungnya.
Seorang atasan dapat mengirimkan sinyal yang halus tapi jelas bahwa seorang karyawan tidak lagi memiliki masa depan yang nyata di perusahaannya. Juga, bahwa pilihan terbaik bagi mereka adalah mencari pekerjaan di tempat lain.
"Quiet firing tentu saja benar adanya. Kadang, keputusannya sangat bersifat politis, seperti ketika atasan lebih menyukai orang lain dan itu bukanlah Anda - dan [mereka] akan memaksamu untuk keluar," ungkap penasihat karier Harvard College Gorick Ng secara terpisah kepada Huffpost.
"Kadang, keputusannya berdasar dari kinerja, yang mana bisa jadi manajer Anda mencoba untuk memberikan masukan, tapi mereka tidak melihat perubahan perilaku dari Anda dari batas waktu yang mereka inginkan, sehingga membuatnya menyerah," lengkap Ng mengenai "quiet firing.
Lanjut ke sebelah...