Curhat Ponakan Prabowo, Pernah Bertahan di Tengah Amuk Depresi

CNN Indonesia
Rabu, 09 Nov 2022 14:00 WIB
Politikus Gerindra Rahayu Saraswati pernah mengalami depresi dan gangguan cemas semasa kuliah. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Politikus sekaligus keponakan dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati buka-bukaan mengenai kondisi kesehatan mentalnya. Dia mengaku pernah mengalami gangguan depresi dan kecemasan yang terdiagnosis semasa kuliah.

Perlu keberanian dan energi lebih untuk terbuka mengenai kondisi kesehatan mental. Terlebih di negara +62, masalah kesehatan mental masih tabu dibicarakan.

Namun Sara, panggilan karibnya, merasa perlu berbagi mengenai isu kesehatan mental sebab masih adanya stigma negatif dan persepsi keliru seputar topik tersebut.

"Saya sharing pengalaman, [sharing] dari perspektif saya bahwa saya mengalami depresi mayor dan anxiety disorder (gangguan kecemasan) dari usia 15-21 tahun," kata Sara dalam sesi Instagram Live pada Rabu (9/11).

CNNIndonesia.com telah meminta izin Sara untuk mengutip unggahannya di akun Instagram pribadinya di @rahayusaraswati.

Kesadaran akan kondisinya muncul saat usia 18-19 tahun, kala Sara menempuh studi di Virginia University. Sara mengisi kuesioner soal evaluasi kesehatan mental dari mahasiswa di kampusnya.

Sara tidak berpikir apa-apa, toh, ini hanya semacam tugas kuliah. Namun dari sini, babak baru kehidupannya dimulai.

"Mahasiswa psikologi ini cek, dia hitung skornya, dia bilang, 'Oke, kamu punya 13 dari 15 gejala depresi. Kamu punya 5 dari 6 gejala gangguan kecemasan. Saya kaget, saya enggak pernah kepikiran, apalagi tahu," ujarnya.

Hasil tes ini menghantarkan Sara bertemu psikolog yang kemudian merekomendasikannya bertemu psikiater. Konsultasi tak lagi cukup sebab ia sudah di tahap memerlukan obat untuk kembali berfungsi normal.

Luka di masa remaja

Ilustrasi. Sara didiagnosis mengalami depresi dan gangguan cemas semasa kuliah. (Istockphoto/ Bunditinay)

Perjalanan konsultasi dan terapi membuat Sara mampu mengenal penyebab masalah kesehatan mentalnya. Rupanya, ada luka masa remaja yang berdampak signifikan pada Sara dewasa.

Cita-cita masa remaja untuk menjadi seorang aktris profesional kerap diremehkan, termasuk oleh orang tua. Hal itu membuat Sara tak bisa diam.

Alhasil, ia berusaha keras melakukan berbagai upaya demi mendapatkan restu untuk terjun ke dunia seni peran. Salah satunya dengan memenuhi segala keinginan orang tua demi mendapatkan restu.

"Saya over achiever, perfeksionis dan itu mendorong diri saya untuk bisa lebih dan lebih lagi. Dapat nilai di bawah A, saya langsung nangis, merasa gagal. Saya pasang alarm jam 5 pagi, tapi bangun jam 5.15, saya bisa nangis, merasa dunia sudah berakhir," katanya.

Selama fase ini, pergumulan yang berkecamuk di dalam diri Sara memantik gejala depresi.

Kondisi ini tak jauh berbeda di masa kuliah, malah terbilang lebih parah. Saat tidak ada kegiatan perkuliahan atau klub kampus, Sara memilih tidur. Tidur jadi mekanisme dirinya untuk tetap waras dan menghindari rasa lelah secara emosional. Tak ada hari tanpa tangisan.

"Dan momen terendah [dalam hidup], yang saya merasa, 'Okay, I need to see someone', saya benar-benar perlu melakukan terapi dengan serius," imbuhnya.

Sara benar-benar serius. Ia bertemu psikolog 1-2 kali dalam seminggu hingga memutuskan cuti satu semester untuk fokus pengobatan. Pengobatan berada di bawah pengawasan psikiater yang rutin mengecek kinerja dan efek samping obat.

Diselamatkan oleh Iman dan Pentingnya Dukungan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :