Jakarta, CNN Indonesia -- Saat Pandji Pragiwaksono membulatkan tekad berkarier dari humor, istilah
stand up comedy belum merebak di Tanah Air. Inspirasi Pandji kala itu adalah Robin Williams. Meski hanya seorang diri di atas panggung, Robin sukses membuat seisi gedung pertunjukan Broadway tertawa. Tanpa properti, tanpa dekorasi, tapi gedung penuh terisi.
Ratusan orang bersedia membayar hanya demi menonton Robin berbicara.
"Bisa nih, jadi begini. Kalau diseriusi, ini bisa jadi karier," ucap Pandji dalam hati kala itu, sekitar tahun 2010. Sejak sekolah menengah, Pandji memang sudah tahu dirinya berbakat melucu. Ia selalu senang membuat orang tertawa. Terkadang melucu soal teman, sering pula melawak soal guru. Apa saja bisa tiba-tiba dijadikannya bahan guyonan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di kelas, di tongkrongan. Tongkrongan itu membantu banyak," ujarnya saat dihubungi CNN Indonesia melalui telepon, Rabu (28/1) malam.
[Gambas:Youtube]
Kehebohan Pandji berbicara ternyata membawanya menjadi penyiar. Ia lalu terbiasa cuap-cuap yang memberi semangat, karena harus siaran pagi. Ia juga terbiasa menyiapkan materi untuk dijadikan bahan obrolan. Bisa soal berita aktual, fenomena di jalanan, sampai apa yang terjadi di depan matanya pada saat itu juga.
Pertunjukan Robin yang kemudian 'mengingatkan' Pandji pada bakat terpendamnya dahulu. Melawak. Ia lantas mencoba memopulerkan
stand up comedy dengan mengunggah videonya sendiri ke YouTube. Dari situ, Pandji diajak terlibat mengonsep ajang pencarian
comic (pelaku
stand up comedy) dari seluruh Indonesia, yang dilakukan sebuah TV swasta. Tahun 2011, istilah itu pun meledak.
"Dulu itu dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Yogyakarta, peserta yang ikut cuma 500 orang. Sekarang, sudah sampai ribuan," tuturnya membandingkan
comic dulu dan sekarang.
Pandji pun berinovasi. Tahun 2013, ia menggagas tur stand up comedy ke 14 kota di Indonesia. Sukses itu, Pandji berpikir lebih global. Pria kelahiran Singapura, 18 Juni 1979 itu melebarkan turnya ke 11 kota di tujuh negara yang berbeda. Singapura, Melbourne, Adelaide, Brisbane, London, Amsterdam, Berlin, Guangzhou, Beijing, Los Angeles, dan San Francisco.
"Tur itu inisiatif saya sendiri, karena banyak mahasiswa Indonesia di negara luar yang minta didatangi. Jadi saya ajukan proposal ke Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Nama turnya 'Mesakke Bangsaku'," tutur Pandji menjelaskan.
Tinggal dua kota yang belum didatangi Pandji dan beberapa comic lain yang diajaknya bergabung. Los Angeles dan Francisco. Tapi Pandji berani mengklaim, ia menuai sukses di seluruh kota yang didatanginya. Tak ada kota yang gagal dibuatnya terpingkal-pingkal.
"Apalagi waktu saya bikin guyonan tentang toilet yang enggak ada semprotannya. Sudah sembilan kota saya datangi, itu semua toiletnya enggak pakai semprotan. Padahal kita orang Indonesia kan enggak biasa pakai tisu doang," cerita Pandji. Saat ia melontarkan guyonan itu, seluruh penontonnya tertawa. Sebab, mereka semua juga merasakan hal yang sama.
Kebanyakan penonton Pandji memang pelajar asli Indonesia, atau mahasiswa asing yang mempelajari bahasa Indonesia. Tapi, pernah juga Pandji menemui penonton yang berusia lanjut.
"Di Adelaide, ada nenek tua, mungkin 68 atau 70 tahunan. Dia ketawa melulu," ujarnya. Di akhir pertunjukan, nenek itu menghampiri Pandji. "Kamu lucu sekali," komentarnya, seperti ditirukan Pandji untuk CNN Indonesia. Ia pun berterima kasih, sekaligus meminta maaf.
"Saya minta maaf kalau bercandanya terlalu kasar. Ternyata dia bilang itu biasa," lanjut Pandji. Guyonannya ternyata bukan hanya lintas negara, tetapi juga lintas generasi.
Pertunjukan yang juga diingatnya, adalah saat di Berlin. Ia stand up di sebuah gedung tua peninggalan Perang Dunia II. "Jadi di bawah tanah gitu. Kayak dungeon," ia menuturkan. Bukan hanya itu, Berlin juga satu-satunya kota yang menggelar pesta usai pertunjukan.
Kota menarik lainnya, adalah Brisbane. Di sana, Pandji dkk pentas di salah satu gedung pertunjukan pertama di Australia. "Bangunannya tua dan artistik," Pandji berkomentar. Beijing juga cukup mengesankan baginya. Bukan hanya soal pentas, tetapi juga jalan-jalannya.
"Tembok China, gitu kan. Kami juga akhirnya bisa makan bebek peking di Peking. Bahkan kami mencoba kalajengking," ujarnya mengisahkan. Dua kota lagi, Los Angeles dan San Francisco baru akan dikunjunginya pada April 2015 mendatang.
Di kota-kota itu, Pandji menerangkan, guyonan yang disampaikan hampir sama. Topiknya persoalan bangsa, merujuk pada "Mesakke Bangsaku". Pandji mengakui, tema yang dipilihnya memang terkesan menjelek-jelekkan Indonesia. Namun, menurutnya itu cara efektif untuk mengkritik sekaligus membangun bangsa.
"Syarat pertama memperbaiki kesalahan, adalah menyadari kesalahan," ucapnya bijak. Lanjutnya, "Menyadari bahwa tidak ada fasilitas untuk pengguna kursi roda. Menyadari bahwa pendidikan berantakan. Menyadari bahwa banyak pelanggaran hukum. Menyadari bahwa pemerkosaan bukan salah perempuan."
Menurut Pandji, hanya lelucon yang bisa mengangkat semua permasalahan bangsa ke ruang publik secara terbuka, bahkan di hadapan bangsa lain, tanpa harus takut akan 'diserang' pemerintah. "Tidak setiap hari kita bisa diskusi pemerkosaan secara terbuka," ujarnya.
Selain lewat buku dan musik hip hop, humor sukses membantu penyiar radio itu mewujudkan cita-citanya melakukan sesuatu untuk Indonesia. Kini, ia bisa memenuhi gedung dengan tawa manusia, seperti sang idola, mendiang Robin Williams.