Pertunjukan yang juga diingatnya, adalah saat di Berlin. Ia
stand up di sebuah gedung tua peninggalan Perang Dunia II. "Jadi di bawah tanah
gitu. Kayak
dungeon," ia menuturkan. Bukan hanya itu, Berlin juga satu-satunya kota yang menggelar pesta usai pertunjukan.
Kota menarik lainnya, adalah Brisbane. Di sana, Pandji dkk pentas di salah satu gedung pertunjukan pertama di Australia. "Bangunannya tua dan artistik," Pandji berkomentar. Beijing juga cukup mengesankan baginya. Bukan hanya soal pentas, tetapi juga jalan-jalannya.
"Tembok China,
gitu kan. Kami juga akhirnya bisa makan bebek peking di Peking. Bahkan kami mencoba kalajengking," ujarnya mengisahkan. Dua kota lagi, Los Angeles dan San Francisco baru akan dikunjunginya pada April 2015 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kota-kota itu, Pandji menerangkan, guyonan yang disampaikan hampir sama. Topiknya persoalan bangsa, merujuk pada "Mesakke Bangsaku". Pandji mengakui, tema yang dipilihnya memang terkesan menjelek-jelekkan Indonesia. Namun, menurutnya itu cara efektif untuk mengkritik sekaligus membangun bangsa.
"Syarat pertama memperbaiki kesalahan, adalah menyadari kesalahan," ucapnya bijak. Lanjutnya, "Menyadari bahwa tidak ada fasilitas untuk pengguna kursi roda. Menyadari bahwa pendidikan berantakan. Menyadari bahwa banyak pelanggaran hukum. Menyadari bahwa pemerkosaan bukan salah perempuan."
Menurut Pandji, hanya lelucon yang bisa mengangkat semua permasalahan bangsa ke ruang publik secara terbuka, bahkan di hadapan bangsa lain, tanpa harus takut akan 'diserang' pemerintah. "Tidak setiap hari kita bisa diskusi pemerkosaan secara terbuka," ujarnya.
Selain lewat buku dan musik hip hop, humor sukses membantu penyiar radio itu mewujudkan cita-citanya melakukan sesuatu untuk Indonesia. Kini, ia bisa memenuhi gedung dengan tawa manusia, seperti sang idola, mendiang Robin Williams.
(rsa/vga)