Pada 1751, semasa awal Batavia berdiri, Angke merupakan kawasan pesisir. Tidak ada yang bermukim di situ selain kaum nelayan, dan para pelarian Batavia.
Kawasan Angke kala itu masih sepi, hanya berisikan kebun kelapa dan tanah-tanah yang lapang. Namun oleh para pejuang penentang VOC didirikan sebuah masjid yang berfungsi bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga persembunyian dan pengintaian.
"Masjid ini didesain oleh Liong Tan, ahli bangunan Tionghoa dan merupakan seorang muslim," kata Muhammad. "Masyarakat Tionghoa kala itu lari dari pemusnahan yang dilakukan VOC pada 1740,"
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerabat dan masyarakat Tionghoa yang selamat dari pembakaran massal rumah mereka oleh VOC kabur ke luar Batavia dan sebagian dari mereka memilih menjadi mualaf untuk bergabung dengan penduduk gujarat dan pribumi, termasuk Liong Tan.
Dipercaya oleh para pejuang untuk membuat markas, Tan memilih mengombinasikan agama, falsafah budaya, kekuatan arsitektur, dan strategi militer di masjid tersebut.