Jakarta, CNN Indonesia -- Berdiri megah di tepi Jalan Raden Saleh, Cikini, Jakarta, siapa mengira masjid ini pernah dipindah dari tempatnya terdahulu dengan cara digotong?
Masjid Al-Ma'mur, yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Raden Saleh, sudah berdiri sejak 1932. Sebelum berdiri di tempatnya saat ini, ia dipindahkan dengan cara digotong.
"Dahulu lokasinya bukan di sini, tetapi berada sekitar seratus meter dari sini, tepatnya di belakang RS Cikini," kata Andy Alexander, pengamat sejarah Jakarta kepada
CNN Indonesia. "Waktu itu bangunannya terbuat dari kayu, jadi bisa diangkat."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masjid yang termasuk dalam bangunan cagar budaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini memang memiliki keterikatan sejarah tidak langsung dengan salah satu maestro dan pahlawan nasional, Raden Saleh.
Keterikatannya bukan hanya dari lokasi yang berada di jalan yang menggunakan nama pahlawan tersebut, tetapi lantaran masjid ini awalnya dibangun di atas tanah Raden Saleh yang luasannya dari Cikini hingga Tugu Tani, Menteng.
"Yang membangun memang bukan Raden Saleh, tetapi diduga atas dukungan dana Raden Saleh," kata Andy.
Lokasi awal Masjid Al-Ma'mur adalah persis di dekat rumah Raden Saleh yang sekarang menjadi bagian dari RS PGI Cikini atau juga dikenal sebagai RS Cikini.
Masjid Al-Ma'mur tadinya terbuat dari kayu dan merupakan sarana ibadah untuk para warga kampung di sekitaran rumah Raden Saleh. Sang maestro memang terkenal kaya raya dengan lahan rumahnya yang kelewat luas.
Luasan lahan milik Raden Saleh diperkirakan dari tepi Sungai Ciliwung di Jalan Raden Saleh, kemudian melebar ke arah Jalan Cikini, membentang sepanjang jalan tersebut hingga ke lokasi Tugu Tani kini berada.
Raden Saleh pun memiliki koleksi binatang yang kemudian disebut sebagai Kebon Binatang Cikini lalu diubah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi Taman Ismail Marzuki.
Kegiatan Masjid Al-Ma'mur semula berjalan damai hingga suatu kali seorang istri misionaris bernama Adriana Josina de Graaf-Kooman membeli rumah Raden Saleh, pada 1898, selepas sang pelukis wafat, pada 1880.
Rumah megah tersebut dibangun oleh Raden Saleh selepas dirinya kembali dari pengembaraan 20 tahun di Eropa. Ia membangun rumah dengan arsitektur menirukan Istana Callenberg, Jerman, yang pernah ia tinggali.
Rencananya, rumah megah tersebut akan dijadikan oleh Adriana sebagai sebuah rumah sakit non-profit untuk masyarakat yang tadinya hanya berupa balai kesehatan.
Hingga pada 12 Januari 1898, rumah Raden Saleh itu pun menjelma menjadi Rumah Sakit Cikini atas sokongan dana 100.000 gulden dari Ratu Emma, Ratu Belanda kala itu. Karena bantuan itulah, rumah sakit ini juga dikenal sebagai Rumah Sakit Ratu Emma.
Dengan seiring berjalannya kegiatan rumah sakit dan juga aktivitas misionaris, Masjid Al-Ma'mur diusulkan untuk digusur karena dianggap pihak rumah sakit kala itu mengganggu ketenangan pasien.
"Tetapi atas inisiatif warga, masjid ini kemudian dipindah dengan cara digotong mendekat ke sungai dengan pertimbangan lebih dekat dengan sumber air," kata Andy.
 Wajah asli Masjid Raden Saleh di Cikini. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Namun pertimbangan kepindahan tersebut masih belum dirasakan puas oleh pengelola Rumah Sakit hingga 1932, lantaran hanya berjarak beberapa puluh meter dari lokasi sebelumnya.
Pihak Yayasan Koningin Emma Stichting selaku pemilih rumah sakit, menginginkan masjid tersebut enyah dan berada lebih jauh lagi dari rumah sakit tempat mereka menyebarkan agama Kristen.
Tetapi keinginan misionaris tersebut ditentang oleh para tokoh Islam terkemuka kala itu seperti HOS Cokroaminoto selaku Ketua Sarekat Islam, Haji Agus Salim dan juga Abikusno Cokrosuyoso. Haji Agus Salim juga yang mendukung pembangunan secara permanen masjid tersebut.
Kasus ini rupanya sanggup mempersatukan umat Islam kala itu. Dukungan dan pembelaan dari para tokoh juga menyulut pembelaan dari para jemaah.
Para jemaah kala itu bahkan rela bergantian menjaga masjid dengan golok agar pihak Belanda tidak mengusiknya.
Meski telah berbentuk permanen, rupanya masalah masih belum usai. Pihak Yayasan Rumah Sakit Cikini masih mempermasalahkan kepemilikan lahan yang digunakan oleh Masjid Al-Ma'mur.
Bukan hanya itu, Masjid ini pun sempat terancam tergusur oleh pembangunan penghijauan pinggir sungai oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baru pada 1991, masalah sengketa antara Rumah Sakit Cikini dan Masjid Al-Ma'mur selesai. Pihak Yayasan Rumah Sakit menyerahkan sertifikat kepada pihak pengelola masjid yang kemudian dilakukan perluasan.
Kini, masjid Al-Ma'mur berdiri kokoh di tengah-tengah pembangunan kawasan Cikini yang semakin padat. Masjid yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai perpustakaan masjid teladan ini terus melakukan berbagai aktivitas keagamaannya.
Masjid Al-Ma'mur kini memiliki sebuah yayasan pendidikan berbasis agama Islam setingkat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Selain itu, masjid ini juga ramai oleh para jamaah yang masih setia menyejahterakan masjid dengan berbagai kegiatan keagamaan dan ibadah.
 Ornamen khas di Masjid Raden Saleh. (Detikcom Fotografer/Ari Saputra) |