Ketika 'Nyawa' Miss Tjitjih Ada di Tangan Pemprov DKI

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Minggu, 30 Agu 2015 14:35 WIB
Meski sudah berada di bawah lindungan pemerintah, namun ternyata tak menjadi jaminan kelompok ini dapat bernafas lega.
Salah satu poster pertunjukkan di Miss Tjitjih. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi salah satu dari sedikit opera yang masih bertahan dari zaman kolonial hingga saat ini bukanlah perkara gampang.

Kelompok Sandiwara Sunda Miss Tjitjih — dulu sempat disebut sebagai Nji Tjitjih — harus merasakan sesaknya bertahan hidup, terutama karena bergantung kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Sandiwara Sunda Miss Tjitjih telah mengisi relung kebudayaan masyarakat Batavia sejak 1928. Awalnya kelompok teater tersebut bernama Opera Valencia. Lantaran sang pemilik menemukan diva dari pedalaman Sumedang, Nyi Tjitjih, yang sanggup memikat, jadilah ia menjadi primadona baru opera Batavia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(Baca juga: Cerita Istri Ke-dua yang Jadi Primadona Grup Sandiwara Sunda)

Pernah bergonta-ganti lokasi pementasan sejak sang diva Sunda meninggal pada 1936, Kelompok Sandiwara ini mencoba bertahan di tengah perubahan zaman hingga akhirnya berada di bawah lindungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1987, setelah digusur dari markas mereka di Angke karena pembangunan Ibukota.

Plang pemberitahuan gedung Miss Tjitjih dalam pengawasan pemprov DKI. (CNN Indonesia /Endro Priherdityo)
Meski sudah berada di bawah lindungan pemerintah, namun ternyata tak menjadi jaminan kelompok ini dapat bernafas lega. Mereka masih berusaha bernafas dan berkegiatan, seadanya dan semampunya.

"Dana hibah sering terhambat, kami baru main saat Agustus ketika dana turun. Dari Januari hingga Agustus itu ya kami mati, tidur dulu," kata Eneng, anggota Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih  ketika ditemui CNN Indonesia di kawasan Miss Tjitjih di Jalan Kabel Pendek Cempaka Baru, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (28/8).

Sejak berada di bawah kewenangan Yayasan yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kelompok Sandiwara yang masih beranggotakan 80 pemain aktif ini mendapatkan dana hibah kebudayaan dari APBD. Pengajuan yang biasanya dilakukan setahun sebelumnya rupanya belum tentu sesuai dengan harapan para pemain teater Sunda ini.

Dana hibah yang setiap tahunnya diakui Eneng pasti hanya turun di Agustus ini menghidupi sendi-sendi kehidupan Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih. Mulai dari biaya perawatan gedung pertunjukan, produksi pertunjukan, hingga gaji tak seberapa untuk para pemain.

"Bayaran para pemain itu Rp75 ribu hingga Rp300 ribu setiap kali pertujukan," kata Eneng. "Itu juga hitungannya setelah uang untuk pertunjukan digunakan untuk produksi, sisanya baru dibagi-bagi ke pemain,"

Semua Tergantung Hibah

Jangan kira pertunjukan di Miss Tjitjih berlangsung setiap hari. Pertunjukan yang seharusnya berlangsung setiap akhir pekan tersebut pun harus menyesuaikan dengan anggaran yang disetujui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta.
 
Tahun ini, Miss Tjtjih hanya sanggup melaksanakan 24 pertunjukan dan dua tur luar kota dari Agustus hingga November, sebelum akhirnya mereka diaudit.

Setiap tahun, dana hibah yang diterima adalah dana untuk operasional Kelompok Sandiwara dan juga dana operasial untuk Gedung Kesenian Miss Tjitjih yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta yang terletak di kawasan yang sama dengan tempat tinggal para pemain teater.

(Lihat juga: Kehidupan Nyata Di Balik Sandiwara Miss Tjitjih)

Dari hasil pembagian tersebut, setiap pertunjukan yang dilakukan oleh Kelompok Sandiwara mendapatkan jatah Rp12 juta, yang diperuntukan untuk produksi dan uang gaji para pemain.

Selain uang pementasan, Miss Tjitjih juga menjadwalkan 'manggung' di beberapa tempat di Jawa Barat selaku basis utama penggemar mereka. Pada tahun-tahun sebelumnya, Miss Tjitjih dapat keliling hingga lima kota untuk pentas. Namun, karena keterbatasan biaya dan waktu, tahun ini hanya ada dua kota yang dapat dikunjungi Miss Tjitjih.

Meski keterbatasan biaya, namun tahun ini cukup lebih baik bagi Eneng dan kawan-kawan lantaran Pemprov memberikan uang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Dana hibah tahun ini Alhamdulillah dapat Rp1,2 Miliar," kata Eneng. "Tahun sebelumnya biasanya Rp700 sampai 800 juta, ya meski pengajuan awal tahun ini Rp4 Miliar dan yang disetujui hanya Rp1 Miliar, tapi bersyukur ada peningkatan,"

Persetujuan dana yang hanya seperempat dari anggaran yang diajukan oleh Miss Tjitjih tersebut bukan menjadi penghalang kelompok ini untuk berhenti berkarya. Mereka menyesuaikan jumlah pementasan sesuai dengan anggaran yang ada.

(Baca juga: Cara Personel Miss Tjitjih Bertahan dan Putar Otak Demi Grup)

Bagian luar gedung Miss Tjitjih. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
(end/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER