Nusa Dua, CNN Indonesia -- Balawan sudah memegang gitar sejak usia delapan tahun. Keluarga memang pemusik. Sang kakak yang membuatnya tertarik memainkan gitar. Hingga kini, musisi yang juga mahir memainkan alat musik tradisional Bali itu pun dikenal sebagai salah satu gitaris kenamaan Indonesia.
Bali, memang disebut Balawan sebagai penghasil musisi kreatif dan berbakat. Sejak 1970-an, ujar Balawan, Bali sudah jadi ‘kandang’ musik. Itu berkat banyaknya pub dan kelab malam di daerah yang identik dengan destinasi wisata itu. Dari sanalah para musisi bertumbuh.
Tapi meski banyak wisatawan asing yang jadi pengaruh, musik tradisional Bali tak goyah. Musik tradisional adalah bagian dari napas masyarakat Bali sehari-hari. Kalau ada musisi Bali yang diminta memainkannya, menerima dengan senang hati. Termasuk Balawan sendiri.
Ia dikenal karena mengolaborasikan musik asing seperti jazz misalnya, dengan nada etnis tradisional Bali yang khas. Ia bahkan punya grup bernama Batuan Ethnic Fusion.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bali sudah punya musisi berbakat sejak dulu, jadi otomatis saya berada di lingkungan pergaulan dan ketemu orang-orang itu, banyak belajar dari orang itu, termasuk musik tradisional, tradisi yang kuat, yang membantu perkembangan musik saya," ujar Balawan.
Main musik di Bali, ungkap pemilik nama asli I Wayan Balawan itu, membuatnya nyaris tak pernah bersedih. “
Happy terus, karena turis banyak banget dan mereka tidak tergantung pada label rekaman yang kalau hit, hits banget, kalau enggak, enggak dapet
job sama sekali.”
Musisi yang tengah melakukan tur keliling dunia itu melanjutkan, “Bali
job-nya ada terus dan
target market-nya beda.” Ia sendiri merasakan perbedaan antara manggung di kampung halamannya, Pulau Dewata dengan ajang besar seperti Java Jazz Festival di Jakarta.
"Bedanya, saat di Java Jazz penonton banyak tapi mereka tidak fokus, paling setengahnya. Acara ini tak banyak [penontonnya], tapi mereka memang datang untuk menikmati musik dan pemandangan," ujarnya, yang ditemui di tengah penampilan di Bali Blues Festival 2017.
Meski Java Jazz Festival juga acara besar, Balawan merasa peluang untuk mendunia dari Bali lebih besar. Itu karena penontonnya didominasi wisatawan mancanegara.
"Kalau saya pribadi, rata-rata saat tampil, 90 persen untuk orang asing. Bali diakses untuk
go international lebih mudah ketimbang Jakarta,” tutur musisi berusia 43 tahun itu.
Namun Balawan bicara soal era ’90-an hingga 2000-an. “Sekarang dengan adanya YouTube, kayaknya rata untuk akses ke sana. Kalau beruntung," ujar penyanyi yang telah membentuk band sejak usia 12 tahun itu melanjutkan. Lokasi bukan lagi pengaruh untuk dikenal.
Balawan termasuk generasi yang dikenal lewat penampilan demi penampilan yang digelarnya di Bali, bukan hasil pameran di YouTube. Meski begitu, ia tidak ingin memutus hubungan dengan generasi sekarang. Sebab bagi Balawan, segala pencapaiannya tak berarti tanpa regenerasi.
“Saya tidak mau kalau orang kenal saya, lalu saat saya tiada, [mereka bilang] ’Terus habis Balawan siapa?' Saya tidak mau," katanya menegaskan. Musiknya harus punya penerus.
“Bukan hanya pengiring orang makan, di lobi hotel, melainkan yang dikemas secara eksklusif sehingga ada rohnya. Jiwa tradisinya bisa dikenal," tutur Balawan lebih lanjut.
Demi regenerasi, saat ini ia membentuk yayasan musik bernama Balawan Music Training Centre di Denpasar. Di sana, ia dan timnya melatih musik modern dan tradisional. Di samping itu, ia masih dengan kesibukannya tampil di Los Angeles, Belanda, Austria, hingga Perancis.