Jakarta, CNN Indonesia -- Akhir September lalu jadi momen penuh polemik bagi salah satu cagar budaya kebanggaan Indonesia, Candi Prambanan. Semua bermula dari rencana penyelenggaraan
JogjaROCKarta yang mengundang band metal progresif Dream Theater.
Datangnya band nomine Grammy Awards ke candi Hindu itu ternyata bikin 'ngeri.' Sebagian kelompok masyarakat menilai suara kencang dan getaran dari musik metal akan membahayakan kelangsungan Prambanan.
Padahal, pihak penyelenggara Rajawali Indonesia Communication mengaku telah mengikuti syarat menggelar konser musik di tempat yang biasa jadi lokasi pementasan teatrikal Ramayana itu, terutama soal tingkat kebisingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Izin pun telah dikantongi dari Direktorat Kebudayaan Warisan Budaya Benda Dunia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun itu tak menghentikan protes, terutama dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).
Lembaga ilmuwan itu menyampaikan protes keras atas penyelenggaraan
JogjaROCKarta dan mendesak pemerintah serta PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko sebagai pengelola untuk membatalkan izinnya.
Belum sampai Pemerintah membatalkan izin, Rajawali Indonesia mundur dan memindahkan konser itu ke ide semula sebelum Candi Prambanan, Stadion Kridosono, Yogyakarta.
Belum Ada AturanTernyata, mundurnya konser band metal internasional itu dari pelataran Prambanan justru membuka selubung polemik yang belum tampak selama ini.
 Konser yang sudah membuat panggung di Candi Prambanan dipindahkan. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah) |
Kepala Subdirektorat Warisan Budaya Benda Dunia Kemendikbud Yunus Arby sempat menyayangkan mundurnya pihak penyelenggara, saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Yunus menilai, keberadaan konser Dream Theater di Candi Prambanan bisa jadi pembelajaran guna melihat keamanan penyelenggaraan konser musik kencang di kawasan budaya.
"Sebenarnya yang ingin saya sampaikan, hal seperti ini kan baru dan bila tetap dilaksanakan meski dengan satu risiko, risiko itu sebagai pembelajaran bersama," kata Yunus. Yunus mengacu pada aturan hukum menggelar sebuah kegiatan di kawasan cagar budaya. Selama ini, penyelenggaraan sebuah kegiatan di kawasan konservasi itu hanya mengacu pada aturan Analisis Dampak Lingkungan.
Dengan kata lain, belum ada aturan spesifik yang mengatur soal penyelenggaraan kegiatan seperti konser musik dan sejenisnya di kawasan peninggalan leluhur itu. Yunus menilai, momentum batalnya
JogjaROCKarta membuat tugas pemerintah belum rampung.
"Buat kami, pekerjaan itu belum selesai. Justru [konser] itu yang membuat kami harus berpikir bagaimana membuat sebuah aturan, yang mengatur ke depannya kawasan candi atau
world heritage mampu menjawab persoalan saat sudah menjadi milik publik," kata Yunus. "Ini yang belum dilaksanakan di sini."
 Dream Theater akhirnya menggelar konser di Stadion Kridosono. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko) |
Yunus menerangkan, World Heritage Center UNESCO mewajibkan setiap negara melakukan Heritage Impact Assessment atau analisis dampak terhadap cagar budaya. Namun Indonesia masih belum memiliki ketentuan tersebut sehingga, menurut Yunus, pemberian izin terhadap
JogjaROCKarta akan menjadi bahan pemerintah menyusun 'kewajiban' budaya tersebut.
"Kami belum memiliki
tools-nya, dan kami melakukan ini [memberi izin
JogjaROCKarta] sebagai salah satu untuk melihat strategi bagaimana melakukan Heritage Impact Assessment," kata Yunus.
Yunus menyebut pemerintah pernah melakukan kajian perayaan Waisak dan
Prambanan Jazz sebagai bahan perencanaan Heritage Impact Assessment.
Namun kondisi
JogjaROCKarta yang punya kadar kebisingan lebih kencang dianggap menjadi materi baru untuk kajian tersebut.
Ia pun mengakui, sebelum pihak penyelenggara mundur, telah dilakukan pengujian kadar kebisingan di sekitar candi agar tidak melebihi 60 desibel yang menjadi standar maksimal kebisingan menurut Amdal.
Selain itu, teknik mengarahkan suara hasil
sound system menjauhi candi sudah jadi strategi selain menggunakan alat sound yang dianggap aman struktur candi.
 Prambanan tetap dijadikan tempat merayakan tahun baru dan perayaan lainnya. (AFP PHOTO / SURYO WIBOWO) |
"Itulah sebenarnya yang ingin kami strategikan, namun polemik masyarakat terhadap persepsi ini [musik rock merusak candi] sehingga penyelenggara tidak mau ambil risiko." kata Yunus.
Penyataan Yunus ditanggapi oleh CEO Rajawali Indonesia Communication sekaligus penyelenggara
JogjaROCKarta, Anas Syahrul Alimi. Anas menyebut, protes yang datang menjelang hari pelaksanaan membuat dia harus segera mengambil tindakan.
"Waktu mepet, kami tidak bisa melakukan diskusi,
show must go on," kata Anas yang kemudian melakukan segala persiapan pemindahan lokasi konser ke Stadion Kridosono meski rangka panggung sudah terpasang di Prambanan.
Pertaruhan Getaran RockIde Yunus ditanggapi skeptis oleh Djohan Salim, dosen Institut Seni Indonesia. Djohan menganggap ide pemerintah untuk membiarkan konser musik rock di kawasan bangunan kuno terlalu berisiko.
"Musik bisa memicu orang untuk reaktif. Terlebih musik rock, ribuan orang goyang dan kalau terjadi sesuatu di Prambanan bagaimana? Itu terlalu
gambling. Dan acara (
JogjaROCKarta) baru bisa dilakukan dengan data yang cukup valid, kalau tidak ada, itu masalah," kata Djohan.
Djohan juga menyampaikan bahwa Dinas Kebudayaan terutama yang mengelola Warisan Budaya membutuhkan referensi musik, untuk memberikan izin penyelenggaraan konser di Candi Prambanan.
"Musik rock melahirkan getaran dan harus realistis untuk menggunakan jenis musik lain yang tidak bising [di kawasan Candi Prambanan]. Kalau tujuannya promosi wisata bisa datangkan orkestra, musik yang kira-kira sesuai, dan efek risikonya tidak besar," tambahnya.