Yunus menerangkan, World Heritage Center UNESCO mewajibkan setiap negara melakukan Heritage Impact Assessment atau analisis dampak terhadap cagar budaya. Namun Indonesia masih belum memiliki ketentuan tersebut sehingga, menurut Yunus, pemberian izin terhadap
JogjaROCKarta akan menjadi bahan pemerintah menyusun 'kewajiban' budaya tersebut.
"Kami belum memiliki
tools-nya, dan kami melakukan ini [memberi izin
JogjaROCKarta] sebagai salah satu untuk melihat strategi bagaimana melakukan Heritage Impact Assessment," kata Yunus.
Yunus menyebut pemerintah pernah melakukan kajian perayaan Waisak dan
Prambanan Jazz sebagai bahan perencanaan Heritage Impact Assessment.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kondisi
JogjaROCKarta yang punya kadar kebisingan lebih kencang dianggap menjadi materi baru untuk kajian tersebut.
Ia pun mengakui, sebelum pihak penyelenggara mundur, telah dilakukan pengujian kadar kebisingan di sekitar candi agar tidak melebihi 60 desibel yang menjadi standar maksimal kebisingan menurut Amdal.
Selain itu, teknik mengarahkan suara hasil
sound system menjauhi candi sudah jadi strategi selain menggunakan alat sound yang dianggap aman struktur candi.
 Prambanan tetap dijadikan tempat merayakan tahun baru dan perayaan lainnya. (AFP PHOTO / SURYO WIBOWO) |
"Itulah sebenarnya yang ingin kami strategikan, namun polemik masyarakat terhadap persepsi ini [musik rock merusak candi] sehingga penyelenggara tidak mau ambil risiko." kata Yunus.
Penyataan Yunus ditanggapi oleh CEO Rajawali Indonesia Communication sekaligus penyelenggara
JogjaROCKarta, Anas Syahrul Alimi. Anas menyebut, protes yang datang menjelang hari pelaksanaan membuat dia harus segera mengambil tindakan.
"Waktu mepet, kami tidak bisa melakukan diskusi,
show must go on," kata Anas yang kemudian melakukan segala persiapan pemindahan lokasi konser ke Stadion Kridosono meski rangka panggung sudah terpasang di Prambanan.
Pertaruhan Getaran RockIde Yunus ditanggapi skeptis oleh Djohan Salim, dosen Institut Seni Indonesia. Djohan menganggap ide pemerintah untuk membiarkan konser musik rock di kawasan bangunan kuno terlalu berisiko.
"Musik bisa memicu orang untuk reaktif. Terlebih musik rock, ribuan orang goyang dan kalau terjadi sesuatu di Prambanan bagaimana? Itu terlalu
gambling. Dan acara (
JogjaROCKarta) baru bisa dilakukan dengan data yang cukup valid, kalau tidak ada, itu masalah," kata Djohan.
Djohan juga menyampaikan bahwa Dinas Kebudayaan terutama yang mengelola Warisan Budaya membutuhkan referensi musik, untuk memberikan izin penyelenggaraan konser di Candi Prambanan.
"Musik rock melahirkan getaran dan harus realistis untuk menggunakan jenis musik lain yang tidak bising [di kawasan Candi Prambanan]. Kalau tujuannya promosi wisata bisa datangkan orkestra, musik yang kira-kira sesuai, dan efek risikonya tidak besar," tambahnya.