Dalam dunia kreatif, kerapkali kata "plagiat" atau "jiplak" digunakan sebagian pihak untuk menilai suatu karya yang mirip atau serupa dengan yang sudah ada sebelumnya.
Padahal ada sejumlah ketentuan terkait sebuah karya dinilai menjiplak atau meniru. Namun seringkali pula, pencipta sebuah karya yang mirip mengaku "terinspirasi" dari karya yang sudah ada sebelumnya.
Riuh soal "jiplak" dan "terinspirasi" ini sempat ramai dalam beberapa waktu terakhir, ketika netizen membahas sebuah sinetron Indonesia yang dinilai menggunakan cerita mirip dengan serial Squid Game.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Netizen menuding sinetron tersebut menjiplak dan mempertanyakan izin sah dari penggunaan elemen serupa serial Korea terlaris di Netflix itu.
Menurut pengaman perfilman dan budaya pop Indonesia, Hikmat Darmawan, kemiripan sebuah karya gambar bergerak, termasuk sinetron, mesti dibuktikan secara hukum.
"Tapi itu biasanya jadi repot. Jadi seringkali selesai saja, karena tidak saling mengganggu. Cuman yang masalah, di sini itu seringkali mensakralkan orisinalitas. Kalau kelihatan sama sedikit, langsung ribut," kata Hikmat kala dihubungi CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
Sejumlah film tercatat pernah tersandung isu plagiarisme. Film The Terminator diduga menjiplak naskah serial The Outer Limits karena jalan ceritanya yang mirip dengan salah satu episode serial tersebut.
Sutradara Film Lockout, Luc Besson, juga pernah dituntut masalah plagiat. Ia dituntut karena naskah filmnya yang dituding menjiplak film Escape from New York dan Escape from L.A karya John Carperter. Akibatnya, pihak film Lockout harus membayar denda.
Hikmat menyebut stigma "kreativitas sama dengan orisinal" akan menyeret pada topik dan "mitos orisinalitas".
"Bahwa sesungguhnya pengaruh dan peniruan itu praktik yang lazim di dunia kreatif. Masalahnya apakah itu menyentuh wilayah hukum atau tidak, itu bergantung pada aturan yang jelas," kata Hikmat.
Hal ini diakui Hikmat agak berbeda dengan dunia musik. Dalam dunia musik, sebuah karya dianggap menjiplak bila terdapat komposisi nada yang sama sebanyak tujuh bar atau lebih.
"Kalau novel atau cerpen sekadar jalan cerita sama, mungkin masih bisa diperdebatkan. Tapi kalau sudah deskripsi dan dialognya sama, lebih dari 20 persen, maka bisa bisa diduga terjadi penjiplakan," kata Hikmat.
"Sama kayak film. Kalau sampai bukan hanya adegan tapi dialognya sama persis, cuman namanya saja berbeda, bisa diduga terjadi penjiplakan. Tetapi penjiplakan secara umum di industri kreatif masih diperdebatkan," lanjutnya.
lanjut ke sebelah...