Selain dari visual, Edwin juga menggunakan bahasa Indonesia baku dalam dialog para pemeran. Hal ini wajar ditemui dalam film-film Indonesia di tahun '80-an, seperti Perempuan dalam Pasungan (1980), Melodi Cinta (1980) dan Tjoet Nja' Dhien (1988).
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di era '80-an disebut Edwin masih membekas dalam ingatan, sehingga tidak sulit untuk merekonstruksi ke dalam film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas.
"Saya mengandalkan ingatan saja sih, dalam arti [saya] cukup dekatlah dengan periode itu, dan banyak yang bekerja di divisi kami, baik aktor maupun kru, semuanya pernah mengalami zaman itu, jadi ya cukup dekat dengan gambar-gambar [di era itu]," kata Edwin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adegan dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas direkam dengan kamera analog. Hal tersebut dibuat agar film ini semakin terasa lawas. Tim produksi mengatakan pengambilan gambar dilakukan dengan film seluloid 16 mm.
Menurut Akiko Ashizawa, sinematografer asal Jepang yang juga terlibat dalam film ini, karakter film seluloid 16 mm sangat tepat untuk menciptakan dunia yang ingin ditampilkan dalam film ini.
Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas merupakan film terbaru yang disutradarai oleh Edwin. Film ini diangkat dari novel karya Eka Kurniawan dengan judul sama.
Sebelum diputar Indonesia, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas telah melanglang buana di dunia internasional. Film itu tayang perdana di Festival Film Locarno 2021 dan mendapatkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi di festival itu.
Film itu juga telah tayang di Festival Film Toronto 2021 dan juga menjadi pembuka Festival Film Internasional Singapura pada 25 November 2021.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas tayang di bioskop Indonesia mulai 2 Desember 2021.
(nly/end)